KENDAL.KENDALMU.OR.ID. Mungkin masih asing di telinga kita mendengar istilah Generasi Tercepit yang banyak dianggap menimpa pada usia 30 hingga 50 tahun.
Generasi tercepit bisa disebut dengan istilah Generasi Sandwich, ya g dihadapi pada generasi Z. Namun, pada kenyataannya, Generasi Sandwich tidak terbatas pada isu mereka. Ini adalah tantangan yang dihadapi oleh individu berusia 30 hingga 50 tahun, tanpa memandang generasi mana mereka berasal.
Dilansir muhammadiyah.or.id, istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Dorothy A. Miller pada tahun 1981 dalam artikelnya yang berjudul “The ‘sandwich’ generation: adult children of the aging” di jurnal Social Work. Pada fase hidup ini, seseorang berada di antara dua beban tanggung jawab besar: membesarkan anak-anak mereka sendiri sekaligus merawat orang tua yang sudah lanjut usia. Mereka, seperti terjepit, makanya menggunakan istilah “sandwiched” (Dorothy A. Miller, 1981).
Beban ini tidak hanya bersifat fisik atau finansial, tetapi juga emosional. Tiap-tiap orang yang berada pada fase ini harus memikirkan masa depan anak-anak mereka sekaligus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang tua yang semakin lanjut usia. Namun, apakah fenomena ini bisa disebut masalah sosial semata? Ataukah ada sudut pandang terkait tanggung jawab ini, terutama jika kita meninjaunya dari perspektif nilai agama?
Fenomena meningkatnya populasi lanjut usia menjadi salah satu faktor yang memperbesar tantangan ini. Berbagai negara, termasuk Indonesia, kini sedang mengamati perubahan demografi sebagai hasil dari kemajuan dalam perawatan kesehatan dan peningkatan harapan hidup. Panjangnya usia manusia ini memungkinan seseorang membutuhkan perawatan dan bantuan di usia tua (Fitri Ayu Kusumaningrum, 2023). Hal ini mendorong lebih banyak orang berada dalam situasi sebagai bagian dari generasi sandwich.
Muhammadiyah, dalam Muktamar ke-48 tahun 2022 di Surakarta, telah mengingatkan akan adanya ledakan populasi lanjut usia ini. Hal ini karena jumlah warga senior meningkat karena pelayanan kesehatan yang baik, gaya hidup sehat, dan faktor-faktor lainnya. Peningkatan jumlah warga senior berpotensi menjadi beban ekonomi negara, terutama dalam hal penyediaan layanan kesehatan, jaminan sosial, dan dukungan emosional.
Oleh karenanya, Muhammadiyah merekomendasikan agar pemerintah dan seluruh elemen masyarakat mengambil langkah mitigasi demografi dengan program-program yang memungkinkan warga senior tetap aktif dan produktif. Kegiatan sosial, keagamaan, kebudayaan, ekonomi, hingga pariwisata dapat menjadi wadah untuk memastikan warga lanjut usia tetap terlibat dalam masyarakat (PP Muhammadiyah, 2022).
Selain upaya di tingkat negara, tanggung jawab keluarga terhadap orang tua juga menjadi fokus utama. Dalam Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, hasil Musyawarah Nasional Tarjih ke-28 tahun 2014 di Palembang, Muhammadiyah menegaskan bahwa anak wajib memenuhi kebutuhan orang tua dan merawat mereka di usia lanjut (PP Muhammadiyah, 2015). Dalam istilah agama hal ini sering disebut dengan birr al-walidayn.
Panduan ini diambil dari QS. Luqman ayat 14, di mana Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada orang tua. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun,” demikian firman-Nya. Kewajiban perintah agama yang harus dipenuhi oleh setiap anak.
Oleh sebab meningkatnya populasi lanjut usia, maka peran anak dalam memenuhi kebutuhan orangtua harus didukung oleh kebijakan pemerintah dan masyarakat. Sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara dalam merawat warga senior akan membantu meringankan beban generasi sandwich serta memperkuat jaringan dukungan sosial.
Tingkatkan Generasi Sandwich
Dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah, diskusi mengenai tanggung jawab generasi sandwich dapat dianalisis melalui konsep “kebermaksudan norma”. Norma ini terbagi menjadi tiga tingkatan: kebermaksudan esensial (ḍarūriyyāt), kebermaksudan primer (ḥājjiyāt), dan kebermaksudan komplementer (taḥsīniyyāt) (Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2024).
Pada tingkatan pertama, kebermaksudan esensial (ḍarūriyyāt) meliputi kebutuhan mendasar yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka akan terjadi bencana besar bagi individu dan masyarakat.
Dalam konteks ini, perawatan orang tua menjadi kewajiban esensial yang tidak bisa diabaikan. Gagalnya seorang anak dalam merawat orang tua dapat menyebabkan gangguan pada tatanan keluarga dan bahkan bisa mengancam keselamatan atau kesejahteraan orang tua itu sendiri. Bagi generasi sandwich, ini adalah tanggung jawab moral dan agama yang harus diprioritaskan.
Tingkatan kedua adalah kebermaksudan primer (ḥājjiyāt), yaitu kebutuhan yang diperlukan agar hidup dapat berjalan secara normal. Jika tidak dipenuhi, hidup mungkin masih dapat berlanjut, tetapi dengan tekanan dan kesulitan yang amat berat.
Bagi generasi sandwich, tidak merawat orang tua mungkin tidak menyebabkan krisis besar, tetapi mereka akan menghadapi tantangan yang berat, baik secara mental, finansial, maupun sosial. Pada titik ini, tanggung jawab merawat orang tua menjadi sumber tekanan yang signifikan, dan seringkali memunculkan dilema besar dalam hidup mereka.
Sementara itu, kebermaksudan komplementer (taḥsīniyyāt) adalah tingkatan kebutuhan yang membuat hidup lebih nyaman dan indah. Pada tingkatan ini, perawatan orang tua masih penting, tetapi tidak bersifat kritis.
Jika seorang anak tidak memberikan perhatian penuh pada perawatan orang tua, mungkin kesejahteraan mereka tidak sepenuhnya terancam, tetapi kenyamanan dan kebahagiaan hidup mereka sedikit berkurang. Pada level taḥsīniyyāt ini perawatan orang tua hanya berbentuk kepedulian, perhatian, dan penghargaan lebih kepada mereka.
Dalam situasi yang berada pada tingkatan ḍarūriyyāt dan ḥājjiyāt, merawat orang tua dengan penuh kasih sayang bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga hal utama. Dalam pandangan Islam, pengabdian terhadap orang tua ini dapat dianggap sebagai anugerah. Merawat orang tua sejatinya adalah kesempatan terbaik dalam hidup untuk melaksanakan perintah Allah.
Meski demikian, penting untuk melangkah dari level ḍarūriyyāt dan ḥājjiyāt menuju taḥsīniyyāt. Pada level taḥsīniyyāt ini, keberadaan generasi sandwich seharusnya hanya berfokus pada pemenuhan aspek emosional bagi orang tua, bukan lagi menjadi ketergantungan hidup yang berlebihan seperti dalam level ḍarūriyyāt dan ḥājjiyāt. Dalam taḥsīniyyāt, orang tua tetap merasa disayangi, namun tanpa menimbulkan beban berat yang tak terelakkan bagi anak-anak mereka.
Memutus Generasi Sandwich pada level Daruriyyat dan Hajjyat
Selain menunggu program Pemerintah yang peduli dengan warga senior atau usia lanjut, kita juga bisa keluar dari level ḍarūriyyāt dan ḥājjiyāt. Tips yang dipaparkan di bawah ini berdasarkan artikel yang ditulis Hamim Septian, di antaranya:
Diskusi Terbuka dengan Keluarga
Salah satu langkah penting untuk mengurangi beban menjadi bagian dari generasi sandwich adalah dengan membuka diskusi terbuka dengan keluarga. Bahas kondisi keuangan dan tanggung jawab yang dihadapi secara jujur, serta dorong semua anggota keluarga untuk turut serta mencari solusi. Setiap pihak harus memahami beban yang ditanggung dan berkontribusi sesuai kemampuan.
Mengajarkan Kemandirian pada Anak
Generasi sandwich harus memperhatikan pendidikan kemandirian bagi anak-anak mereka. Ajarkan keterampilan hidup sejak dini, termasuk bagaimana mengelola keuangan dan bahkan menumbuhkan minat pada kewirausahaan. Ini akan membantu mencegah anak-anak menjadi bagian dari generasi sandwich di masa depan, sekaligus mempersiapkan mereka untuk hidup mandiri tanpa ketergantungan finansial pada orang tua.
Manajemen Keuangan yang Baik
Mengelola keuangan secara bijak menjadi langkah kunci untuk keluar dari tekanan level ḍarūriyyāt dan ḥājjiyāt. Hindari utang yang tidak perlu, buat perencanaan keuangan jangka panjang, dan pahami cara-cara mengelola pengeluaran. Keteraturan dalam pengelolaan uang ini sangat penting bagi mereka yang berada di antara tuntutan anak dan orang tua.
Belajar Hidup Mandiri
Orang tua juga perlu mempersiapkan diri agar tidak sepenuhnya bergantung pada anak-anak di masa tua. Merencanakan dana pensiun sejak dini dan berinvestasi untuk masa depan adalah upaya penting yang harus dilakukan. Hal ini memungkinkan orang tua mengurangi tekanan pada anak-anak yang harus membagi perhatian antara merawat orang tua dan mengurus keluarganya sendiri.
Mendaftar Asuransi Kesehatan
Biaya kesehatan seringkali menjadi salah satu tantangan terbesar bagi generasi sandwich. Mendaftarkan diri dan orang tua pada asuransi kesehatan yang memadai dapat membantu meringankan beban finansial yang muncul akibat kondisi kesehatan yang memburuk. Asuransi juga memberikan rasa aman bagi generasi sandwich, karena tidak lagi harus khawatir dengan biaya medis yang tak terduga.
Menyiapkan Tabungan dan Dana Cadangan
Menyiapkan tabungan dan dana darurat adalah langkah penting lainnya untuk menjaga kestabilan finansial. Dengan menyisihkan sebagian penghasilan untuk dana cadangan, seseorang dapat lebih siap menghadapi situasi tak terduga tanpa harus mengorbankan kebutuhan sehari-hari. Ini juga mencegah terjadinya tekanan finansial yang bisa memperburuk kondisi sebagai generasi sandwich.
Berinvestasi
Investasi adalah solusi jangka panjang untuk menciptakan pendapatan pasif dan memperkuat kondisi keuangan. Generasi sandwich yang memulai investasi sedini mungkin akan memiliki peluang lebih baik untuk mengurangi tekanan finansial di masa depan. Ini bukan hanya tentang memperkuat posisi ekonomi, tetapi juga langkah strategis untuk menghindari keterpurukan finansial di kemudian hari.