Oleh Bagas Khairil Anwar
WELERI.KENDALMU.OR.ID. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang semakin digital, di mana segalanya bisa dilakukan hanya dengan satu klik, namun ada satu kegiatan yang tetap eksis secara offline di Weleri: Kajian Malam Rabu Pemuda Muhammadiyah (PM) Weleri, sebuah kajian keIslaman yang tidak jauh dari semangat pembinaan keagamaan, peningkatan kapasitas pemuda, serta mempererat ukhuwah dalam lingkungan organisasi.
Sejak diinisiasi pada era 1990-an, kajian ini telah berkembang menjadi wadah intelektual, spiritual, dan sosial bagi para pemuda Muhammadiyah yang ingin menambah ilmu tanpa harus terjebak dalam debat tak berujung di kolom komentar media sosial.
Kegiatan ini digelar di Gedung Muhammadiyah Dakwah Center, pusat kegiatan organisasi yang selalu menjadi saksi bisu bagaimana anak-anak muda Muhammadiyah merajut ilmu, membangun jaringan, dan tentu saja—menghindari maksiat dengan penuh strategi.

Tentang alokasi waktu kajian, kenapa tidak digelar setiap malam Jum’at ?. Dalam perspektif Islam Jawa malam Jumat memiliki tempat yang sakral dan khas, tetapi kita tidak berfaham seperti itu, dipilihnya malam Rabu bukan karena ada dalil khusus dalam syariat, tapi lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis, budaya, dan kebiasaan yang berkembang di internal Pemuda Muhammadiyah Weleri.
Kajian malam Rabu tidak sekedar ngaji, masuk telinga kanan keluar telinga kiri, tidak menyentuh hati, hanya formalitas, tapi mengasah nalar.
“Islam mendorong kita untuk berpikir, tidak hanya tunduk secara buta,” kata salah satu peserta berpeci warna monyet.
“Kajian harus membentuk umat yang tidak hanya taat, tapi juga cerdas dan bijak,” timpal anggota majelis yang duduk di deretan tengah.

“Dalam setiap kajian yang kita ikuti mestinya mampu mengasah nalar, karena berfikir kritis adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Dengan akal sehat, kita bisa memilih jalan hidup yang lebih lurus dan bermanfaat,” tegasnya.
Mengaji Islam dalam konteks Muhammadiyah tidak berhenti pada aspek ritual atau ibadah saja, Islam tidak cukup hanya dimengerti, tapi harus diwujudkan dalam kehidupan nyata, Islam harus turun ke bumi, bukan hanya tinggal di langit.
“Muhammadiyah didirikan sebagai gerakan Islam yang berpijak pada realitas sosial. Muhammadiyah sejak awal adalah gerakan tajdid (pembaharuan) yang berbasis Al-Qur’an dan Sunnah, tapi responsif terhadap realitas sosial. Memandang bahwa masalah ekonomi, sosial, dan politik bukan di luar urusan Islam, tapi bagian dari misi dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar,” beber sang Ustadz.
“Tapi kita jangan sepaneng terus tadz. Apa salahnya dalam kajian ada humornya yang bermakna,” pinta peserta di samping Ustadz, bertindak sebagai moderator.
“Humor bukan sekadar buat lucu-lucuan, tapi di dalamnya ada nilai pendidikan, pendekatan dakwah, dan budaya egaliter,” pintanya lagi.
Sedangkan salah satu peserta paling senior mengingatkan dan berharap, sejak kajian malam Rabu berdiri dan sampai sekarang tetap konsisten, ke depan tidak ada istilah “bubar jalan” atau “hilang ditelan zaman”.
“Bahkan dulu ketika pandemi mendera negara kita sempat, kajian tetap berjalan, meski harus beradaptasi,” ujarnya.
Diketahui, salah satu tradisi unik dari kajian ini adalah pasca-kajian, di mana sebagian peserta memilih untuk tetap tinggal, berdiskusi lebih lanjut, atau sekadar bercengkerama dalam suasana santai.

Diantara mereka yang belum pulang ke rumahnya sempat bercerita tentang pengalaman mengahadapi hidup, ada yang berdiskusi tentang ekonomi dan politik, ada yang menyusun strategi dakwah Muhammadiyah ke depan, dan ada juga yang membahas ayam sama telur duluan mana. Ya, setidaknya, mereka tidak sedang maksiat.
Yang cukup menarik ada selorohan kaidah fiqh, ‘mengerjakan sesuatu yang mubah untuk menghindari maksiat adalah ibadah. Jadi, kalau ada yang bertanya, “Ngapain sih nongkrong lama-lama setelah kajian?” Jawabannya simpel: ngobrol setelah kajian adalah ibadah!
Bahkan di ruang itu ada politisi amatir mengatakan, ‘lebih baik berdiskusi soal kondisi bangsa setelah ngaji daripada nongkrong di tempat yang berpotensi menjerumuskan, dengan begini, kajian ini bukan hanya menjadi ruang belajar, tapi juga sarana self-improvement bagi pemuda Muhammadiyah’
Menjaga Tradisi di Tengah Tantangan Zaman
Kajian malam Rabu juga tidak sekedar tempat untuk memperdalam ilmu agama, tapi juga ruang bagi anak muda Muhammadiyah untuk berpikir kritis, berdiskusi secara sehat, dan membangun relasi yang lebih luas.
Dengan suasana yang santai tapi berbobot, kajian ini menjadi alternatif nongkrong yang lebih produktif.
Diharapkan Kajian Malam Rabu dapat mendatangkan dan merasakan manfaat bagi Pemuda Muhammadiyah atau siapa saja yang ingin belajar, berdiskusi, dan memperluas wawasan,
Gedung Muhammadiyah Dakwah Center Weleri adalah tempat yang tepat. Di sini kita bisa menambah ilmu, membangun pertemanan, dan yang paling penting, menghindari maksiat dengan cara yang elegan.
Jadi, kalau malam Rabu merasa bingung mau ke mana, tinggalkan dulu scrolling tanpa arah di media sosial, dan datanglah ke kajian ini. Insya Allah pulang kepala lebih ringan, hati lebih tenang, dan tentu saja tanpa dosa tambahan dan satu lagi kalau kamu termasuk orang-orang yang beruntung bisa mendapatkan sego tengkleng. InsyaAllah, barokah, amiin.
*) Bagas Chairil Anwar adalah Sekretaris Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Weleri dan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PCM Weleri.