PEGANDON.KENDALMU.OR.ID. Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pegandon, Kab Kendal menyelenggarakan shalat Idul Fitri 1446 H.
Bertindak sebagai imam shalat dan khatib Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Kendal Batang (Umkaba), Rahmat Setiawan yang mengungkapkan Rahasia Hikmah dan Filosofi Ramadan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya meskipun terasa berat, akan tetapi Allah sedang melatih, mendidik, dan membimbing hamba-Nya sehingga harkat dan martabat manusia terjaga.
Sebenarnya hikmah dan filosofi puasa Ramadhan sangat banyak, tetapi karena terbatasnya akal manusia ini yang menjadikan kesulitan untuk menemukan hikmah dan filosofi pensyariatan puasa Ramadhan.
Hal tersebut disampaikan saat khutbah Idul Fitri 1446 H, Senin (31/3/2025) di Lapangan Sepakbola Desa Penanggulan, Kecc. Pegandon, Kab. Kendal.
Ustadz Rahmat Setiawan menyebut 6 hal dibalik hikmah dan filosofi Ramadan, yaitu mendorong kecerdasan emosional.
Dikatakan, melalui puasa ini, manusia sebenarnya dididik Allah untuk mengembangkan kecerdasan emosional berupa self control dan self regulation.
“Ini sesuai dengan hakikat puasa itu sendiri yaitu menahan dan mengontrol keinginan-keinginan syahwat yang ada pada dirinya. Sehingga dengan bisa self control dan self regulation nafsu syahwatiyah yang cenderung liar dan tamak ini menjadi terkendali,” katanya di hadapan ratusan jamaah.
Ramadan, kata dia, mampu mengangkat manusia sebagai ahsan taqwim (ciptaan terbaik-red), makhluk paling sempurna di muka bumi sekaligus sebagai pembeda dengan binatang yang sama sekali tidak bisa mengontrol dan mengendalikan syahwatnya.

“Manusia yang tidak bisa mengontrol dan mengendalikan nafsu syahwatnya berubah menjadi rakus, tamak, mau menang sendiri dan sama dengan sifat-sifat kebinatangan,” tegasnya.
Yang ke dua, orang yang berpuasa atas dasar iman dan wahtisaban, penuh keimanan akan menghadirkan manusia bersifat jujur dan amanah.
“Melekatnya iman dan wahtisaban pada orang berpuasa tidak akan makan, minum, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Betapapun tidak ada orang yang melihat dan tidak ada orang yang tahu kecuali dirinya dan Allah. Karena ini semua adalah amanah dari Allah, tentunya sejatinya kejujuran orang yang berpuasa terus dipelihara sepanjang kehidupan sehari-hari,” terangnya.
Ustadz Setiawan menilai konsep imanan wa ihtisaban bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan sangat signifikan, mendapat ampunan dari Allah atas dosa-dosanya.
“Salah satu nilai utama dari berpuasa dengan dasar imanan wa ihtisaban adalah pengampunan dosa,” ujarnya mengutip hadis Nabi :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang ke tiga puasa mengajarkan sikap disiplin dalam menunaikan kewajiban dan melaaksanakan perintah Allah.
“Kita semua diajarkan untuk tepaqt waktu, tepat waktu dalam melaksanakan sahur dan berpuka puasa. Bahkan anjuran Islam ketika seseorang yang berpuasa ketika sudah waktunya untuk berbuka puasa, maka lebih baik untuk membatalkan atau berbuka puasa terlebih dahulu daripada melakukan sholat berjamaah,” bebernya.
Disiplin dalam waktu menunjukkan kepatuhan terhadap perintah Allah dan membantu membentuk kebiasaan baik dalam pengelolaan waktu sehari-hari.
Dampak disiplin pasca-Ramadhan dalam konteks bekerja sangat signifikan dan dapat memengaruhi berbagai aspek kinerja serta lingkungan kerja.
“Disiplin yang dibangun selama Ramadhan sering kali berlanjut setelah bulan suci. Pegawai yang telah terbiasa dengan rutinitas disiplin, seperti mengatur waktu dan menjaga fokus, cenderung memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan mereka,” jelasnya lagi.

Hikmah dan filosofi Ramadan ke empat adalah sebagai pembelajaran sikap sabar, menahan diri dari rasa haus yang mencekik leher, lapar melilit perut, dan menghindari syahwat.
Ramadhan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter dan memperkuat iman umat Islam. Setelah menjalani ibadah puasa, yang merupakan latihan kesabaran, individu menerapkan sikap sabar dalam kehidupan sehari-hari.
“Mengaplikasikan sabar selama puasa tidak hanya dalam menahan lapar dan haus, tetapi juga dalam mengendalikan emosi dan hawa nafsu, dan setelah Ramadhan kita dapat terus menerapkan kesabaran ini dalam menghadapi berbagai tantangan hidup sehari-hari,” pintanya mengutip hadis Nabi :
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Puasa itu separuh (dari) sabar.” (HR Imam at-Turmudzi)
Menurut Rahmat Setiawan, kehidupan setelah Ramadhan sering kali membawa tantangan baru, dan sabar menjadi kunci untuk menghadapi ujian-ujian ini dengan keteguhan hati.
“Menghadapi masalah dengan sabar dapat membantu individu tetap tenang dan fokus pada solusi, bukan pada masalah itu sendiri,” ujarnya.
Ke lima, hikmah Ramadan mendorong manusia agar selalu menuntut ilmu, karena Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa dalam Islam, tidak hanya sebagai waktu untuk berpuasa, tetapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan menuntut ilmu.
“Dengan menuntut ilmu di bulan Ramadan dapat meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah, karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, Allah menurunkan al-Qur’an pada bulan puasa Ramadhan,” kata Ustadz Rahmat.
Menurutnya inti ajaran Ramadan untuk selalu meningkatkan kualitas ilmu dengan cara membaca. Bahkan Allah juga memberikan tips keseimbangan ketika orang ilmunya semakin tinggi maka dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5 dituntut untuk bismi rabbika.
“Artinya kita dituntut untuk selalu berdzikir kepada Allah apapun dan bagaimanapun keadaannya. Karena kalau hanya berbekal ilmu semata, maka akan mudah masuk ke jurang yang nista, sebagaimana yang digambarkan dalam kisah Iblis dan nabi Adam. Iblis dilaknat oleh Allah sampai kiamat, bukan karena ketidaktahuannya,” terangnya.
“Iblis merupakan makhluk Allah yang berilmu, akan tetapi tidak diimbangi dengan dzikir kepada Allah,” imbuhnya.
Ke enam Ramadan mengajarkan kesetaaraan, karena Allah tidak memandang banyaknya harta, tidak melihat tingginya jabatan ataupun kekuasaan duniawi. P
“Puasa mengajarkan kita bahwa Allah itu memandang hamba-Nya tergantung kepada kualitas keimanan dan ketaqwaan kita. Yang banyak hartanya ketika puasa juga merasakan lapar dan haus dahaga sama halnya dengan fakir miskin dalam keadaan puasa. Yang tinggi kekuasaan dan jabatannya ketika puasa juga sama yaitu merasakan lapar, haus, dan lemas. Ketika berpuasa sama halnya dengan keadaan rakyat jelata yang berpuasa,” terangnya.
Diiakhir khutbah, Rahmat Setiawan berharap setelah kita dididik Allah selama satu bulan ini akan meningkatkan kualitas iman dan ketaqwaan kepada Allah.
“Bukan berarti setelah Ramadan selesai, selesailah sudah apa yang menjadi rutinitas selama Ramadan, meninggalkan amalan-amalan dan pelajaran hikmah di bulan Ramadhan, tetapi seharusnya meningkatkan amal ibadah kepada Allah, karena sesuai namanya syawwal yang artinya meningkat,” pungkasnya. (fur)