NGAMPEL.KENDALMU.OR.ID. Adzan bukan sekadar panggilan untuk melaksanakan sholat. Lebih dari itu, ia adalah seruan suci yang mengandung pesan kebersamaan dan persatuan umat Islam.
Pesan inilah yang diangkat oleh Ustadz Musthofa dalam Kajian Rutin Kitab Bulughul Maram yang digelar oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngampel pada Ahad pagi, (3/8/2025), bertempat di Aula Kecamatan Ngampel.
Mengawali kajian, Ust. Musthofa membacakan hadis dari Abu Dawud yang menceritakan kisah Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi radhiyallahu ‘anhu. Dalam mimpinya, ia mendengar seruan adzan dari seseorang yang kemudian diakui Rasulullah SAW sebagai mimpi yang benar. Dari sinilah sejarah pensyariatan adzan bermula.
“Adzan lahir dari musyawarah Nabi dan para sahabat saat di Madinah. Mereka mencari cara efektif untuk mengumpulkan umat agar melaksanakan sholat berjamaah. Sholat berjamaah menjadi sarana strategis untuk menyatukan kaum Muhajirin, Anshar, dan berbagai suku Arab yang saat itu belum sepenuhnya bersatu,” jelas Ust. Musthofa.
Dalam musyawarah itu, berbagai usulan sempat mengemuka. Ada yang mengusulkan menggunakan lonceng seperti umat Nasrani, api seperti kaum Majusi, dan terompet sebagaimana kebiasaan Yahudi. Namun semua usulan itu ditolak Rasulullah karena menyerupai tradisi agama lain.
“Menyerupai kaum lain dalam hal ibadah atau perayaan keagamaan bisa menjerumuskan pada penyerupaan akidah. Maka umat Islam tidak boleh latah merayakan tahun baru dengan terompet atau menyalakan kembang api. Namun drum band, misalnya untuk kegiatan karnaval, sah-sah saja selama tidak meniru praktik ibadah agama lain,” tegas Ust. Musthofa, mengingatkan para jamaah.
Solusi datang lewat mimpi Abdullah bin Zaid, yang kemudian diperkuat mimpi serupa oleh Umar bin Khattab. Rasulullah SAW memerintahkan Bilal bin Rabah—yang memiliki suara lantang dan merdu—untuk mengumandangkan adzan sebagaimana lafaz yang didengar dalam mimpi tersebut. Sejak saat itu, adzan disyariatkan sebagai penanda waktu sholat dan simbol pemersatu umat.
Mengakhiri kajiannya, Ust. Musthofa mengajak jamaah untuk menjaga keaslian bacaan adzan dan iqamah.
Ia menegaskan pentingnya mengikuti tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis, tanpa menambah-nambahi dengan puji-pujian sebelum atau sesudah adzan.
“Hayya ‘alash shalah – mari kita dirikan sholat. Hayya ‘alal falah – mari menuju kemenangan. Ini ajakan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan rohani dan jasmani. Sholat dan mengaji untuk kebahagiaan akhirat, bekerja dan mencari rezeki untuk kemuliaan di dunia,” ungkapnya.
Ust. Musthofa juga mendorong para jamaah laki-laki untuk mampu mengumandangkan adzan. Sebab, adzan bukan hanya seruan mulia, tapi juga penghapus dosa sejauh lengkingan suara yang dikumandangkan.
Dengan kajian ini, PCM Ngampel berharap semangat bermuhammadiyah kian tumbuh, dan makna adzan dapat semakin dipahami sebagai media ukhuwah dan peneguh komitmen keislaman dalam kehidupan sehari-hari. (rio)
Kontributor PCM Ngampel : Ario Bagus Pamungkas. Editor : Abdul Ghofur