Oleh Fahril Hidayat
64 tahun sudah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hadir dan menapaki jalan panjang perjuangan pelajar. Dari tahun ke tahun, IPM terus tumbuh bukan hanya sebagai organisasi kader, tetapi juga sebagai ruang kreativitas, laboratorium pemikiran, dan taman pengabdian bagi para pelajar Islam.
Di usianya yang ke-64 ini, tema “Karya Pelajar untuk Indonesia Raya” bukan sekadar semboyan, melainkan panggilan sejarah.
Di tengah arus modernitas dan derasnya tantangan zaman—dari degradasi moral, krisis iklim, hingga disrupsi teknologi—pelajar tak cukup hanya menjadi pengikut atau penonton.
Pelajar, terlebih pelajar Muhammadiyah, dituntut menjadi pembelajar yang tangguh dan sekaligus pelaku perubahan. Karya pelajar bukan hanya berarti karya seni atau produk akademik, tapi juga karya dalam bentuk gagasan, tindakan, dan sikap hidup yang memuliakan kemanusiaan.
Dalam semangat “Nuun, wal qalami wa maa yasthuruun” — Demi pena dan apa yang mereka tulis — Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengajak seluruh pelajar untuk tidak hanya menjadi pengisi bangku kelas, tapi juga menjadi penulis sejarah zamannya.
Pelajar Muhammadiyah adalah generasi yang ditantang untuk terus bergerak, berpikir, dan mencipta. Di balik seragam abu-abu putih atau batik sekolah, tersembunyi potensi besar yang menunggu untuk dibangkitkan. Bukan sekadar kecerdasan akademik, tapi juga keberanian berpikir kritis, semangat berorganisasi, kepedulian terhadap sesama, dan keberpihakan terhadap nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Semangat “Nuun” bukan hanya tentang menulis dengan pena, tapi juga tentang mencatat kebaikan dengan tindakan, menorehkan perubahan lewat ide-ide, dan mewarnai kehidupan dengan akhlak yang luhur.
Pelajar Muhammadiyah harus menjadi agen pencerahan, yang bukan hanya menyalin masa lalu, tapi menulis masa depan dengan semangat dakwah, kemajuan, dan keberadaban. Inilah makna dari pelajar berkemajuan—mereka yang menjadikan pena sebagai senjata, ilmu sebagai cahaya, dan karya sebagai kontribusi nyata bagi agama, bangsa, dan kemanusiaan.

Milad ke-64 adalah momentum untuk mempertegas kembali peran pelajar Muhammadiyah sebagai generasi pembelajar yang produktif dan berkeadaban. Sebab sejatinya, masa depan Indonesia tidak dibangun di gedung parlemen atau pusat kekuasaan saja, tapi juga dari ruang kelas, perpustakaan, ruang diskusi IPM, hingga mushola dan lapangan upacara di pelosok negeri.
IPM telah membuktikan selama enam dekade lebih bahwa pelajar bisa hadir sebagai pemantik perubahan. Dari gerakan literasi, kampanye lingkungan, advokasi pelajar, hingga dakwah digital, IPM terus menyalakan api harapan di tengah generasi muda. Maka karya pelajar untuk Indonesia Raya harus dimaknai sebagai upaya kolektif untuk membentuk bangsa yang lebih cerdas, lebih peduli, dan lebih beradab.
Indonesia tidak kekurangan sumber daya alam, tetapi sering kekurangan manusia-manusia yang mau berpikir, bergerak, dan mencipta. Di sinilah IPM harus mengambil peran strategis: melahirkan pelajar yang bukan hanya mencintai bangsa dari lisan dan lencana, tapi membuktikan cintanya lewat karya nyata.
Selamat Milad IPM ke-64. Teruslah menjadi pelita di tengah gelap, suara di tengah sunyi, dan karya di tengah kegersangan ide. Untuk Indonesia Raya yang lebih mulia, lebih tercerahkan.
*) Fahril Hidayat adalah Ketua Umum PD Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kab. Kendal Periode 2024-2026, dan Mahasiswa FAI Umkaba