Oleh : Sunarmi
Hari Anak Nasional 2025 kembali menjadi momentum penting bagi bangsa ini untuk menegaskan komitmennya terhadap masa depan: anak-anak Indonesia. Dengan mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”, kita diajak bukan sekadar merayakan, tetapi merenungkan tanggung jawab kolektif dalam membesarkan generasi yang akan mewarisi negeri ini.
Indonesia Emas 2045 adalah mimpi besar. Tujuh puluh tahun kemerdekaan akan menuntut bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kualitas sumber daya manusia yang unggul. Dan dalam proses panjang menuju ke sana, anak-anak hari ini adalah fondasi utama. Mereka bukan sekadar objek perlindungan, melainkan subjek utama dalam pembangunan berkelanjutan.
Namun pertanyaannya: apakah kita sungguh-sungguh sudah menjadikan anak-anak sebagai prioritas?
Anak Hebat Bukan Dilahirkan, Tapi Dibentuk
Anak hebat bukan semata-mata karena genetika atau takdir, tetapi karena lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya secara optimal. Mereka lahir dari keluarga yang hangat, sekolah yang memerdekakan, serta masyarakat yang peduli.
Sayangnya, belum semua anak Indonesia mendapat hak yang setara untuk menjadi hebat. Di balik deretan anak berprestasi dan juara olimpiade, masih ada anak-anak yang harus bekerja di usia belia, putus sekolah karena kemiskinan, hingga menjadi korban kekerasan fisik dan digital. Mereka adalah wajah Indonesia yang terabaikan.
Padahal, setiap anak memiliki potensi hebat. Namun potensi itu tak akan pernah mekar tanpa air kasih sayang, pupuk pendidikan, dan cahaya perlindungan. Maka tugas kitalah—para orang dewasa, guru, tokoh agama, pejabat publik, dan masyarakat luas—untuk menciptakan ekosistem tumbuh yang sehat bagi mereka.
Pendidikan yang Memanusiakan
Untuk mencetak anak hebat, pendidikan kita harus lebih dari sekadar hafalan dan angka rapor. Anak-anak butuh pendidikan yang menyentuh nurani dan logika. Kurikulum yang memberi ruang untuk bertanya, berekspresi, berkolaborasi, dan berempati. Mereka perlu belajar bukan hanya agar pintar, tetapi agar bijak dan berkarakter.
Kita tak bisa berharap Indonesia menjadi bangsa besar jika masih ada sekolah yang roboh, guru yang tidak sejahtera, atau anak-anak yang belajar tanpa listrik dan akses internet. Pemerataan kualitas pendidikan adalah harga mati jika kita benar-benar ingin melahirkan generasi emas.
Perlindungan adalah Hak, Bukan Hadiah
Selain pendidikan, perlindungan adalah kebutuhan mendasar. Dalam era digital, ancaman bagi anak tak lagi hanya datang dari jalanan, tetapi juga dari layar di genggaman. Perundungan siber, eksploitasi digital, dan paparan konten tidak layak menjadi tantangan baru dalam menjaga mereka tetap aman dan waras.
Negara tak bisa abai. Penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan anak harus tegas, tanpa kompromi. Sistem perlindungan anak harus inklusif, responsif, dan terintegrasi lintas sektor. Keluarga dan sekolah juga harus dibekali pemahaman mendalam tentang pola asuh yang mendidik tanpa menyakiti.
Menuju Indonesia Emas: Dimulai dari Hati
Jika ingin Indonesia benar-benar Emas pada 2045, maka investasi terbesar bukanlah infrastruktur beton, melainkan pembangunan karakter anak sejak dini. Anak-anak yang dibesarkan dengan cinta, diberi ruang untuk tumbuh, dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan akan menjadi pemimpin yang tahu cara memanusiakan bangsanya.
Mari kita wujudkan visi besar itu dengan langkah nyata. Jadikan Hari Anak Nasional 2025 bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan titik balik: bahwa kita, sebagai bangsa, benar-benar serius membangun masa depan dari tangan-tangan kecil yang hari ini sedang belajar menggambar mimpi.
Karena anak hebat bukan cita-cita, tapi tanggung jawab kita bersama. Dan hanya dengan anak-anak yang hebat—secara karakter, ilmu, dan kepedulian—Indonesia akan benar-benar kuat.
Sunarmi, M.Si Guru SMA Muhammadiyah 4 Kendal, dan Anggota Bidang Komunikasi Publik dan Penerbitan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PD Muhammadiyah Kendal