Oleh : Bagas Chairil Anwar
KENDALMU.OR.ID. Matahari pagi itu tidak terlalu terik, seakan tahu ada tamu istimewa yang sedang bertamu di sebuah rumah sederhana yang penuh kenangan. Ya, kediaman almarhum Mbah Muslim. Saya, merasa terharu saat diminta menyambut kehadiran sahabat-sahabat dari Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Kendal, keluarga besar para pejuang cahaya, para pahlawan yang memilih bangkit daripada menyerah pada kegelapan.
Biasanya, Sani Arahaman putra Mbah Muslim yang menemani mereka. Namun hari itu, ia sedang berada di Blora, dan saya diberi amanah mulia untuk membersamai mereka. Sebuah tugas yang tak sekadar formalitas, tapi lebih kepada membersamai rasa.
Ibu Churiyati Muslim, istri almarhum Mbah Muslim, menyambut langsung kedatangan mereka. Senyum beliau seperti pelita yang menerangi ruang tamu yang sarat kehangatan itu. Pertuni bukan tamu biasa.
Mereka adalah bagian dari kisah panjang rumah ini. Hampir setiap tahun, selepas lebaran, rombongan mereka selalu menyempatkan diri anjangsana, menyulam rindu, menabur doa, menguatkan tali silaturahmi.
Mbah Muslim dalam kenangan semua yang hadir bukanlah sekadar seorang tokoh. Ia adalah bapak bagi kaum papa, kaum rentan, mereka yang sering luput dari perhatian dunia. Beliau ngopeni,, merawat, dan memuliakan orang-orang yang kerap dilupakan.
Bagi sahabat-sahabat Pertuni, mengenal Mbah Muslim adalah anugerah, merasakan kasihnya adalah berkah yang tak ternilai.
Hari itu, dua bus dan satu mobil membawa sekitar lima puluh anggota Pertuni. Mereka datang dengan wajah-wajah penuh bahagia, seolah-olah perjalanan panjang itu hanya sekadar sepelemparan batu, karena rindu telah memendekkan jarak. Melihat mereka, saya tak kuasa menahan air mata. Betapa luar biasanya jiwa-jiwa ini di tengah keterbatasan penglihatan, mereka tetap survive, mandiri, bahkan berkontribusi untuk masyarakat.
Pak Asep, mewakili Pertuni, menyampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada keluarga besar Mbah Muslim dan Muhammadiyah. Suaranya bergetar menahan haru saat berkata,
“Kami Kangen Mbah Muslim” Rindu sosok yang tidak sekadar melihat kami, tetapi benar-benar memandang kami dengan hati.”
Di sisi lain, Abdul Malik putra ideologis Mbah Muslim dengan penuh ketulusan menyambut mereka. Dalam sambutannya, ia menyatakan rasa bahagianya dan berjanji untuk terus membersamai perjuangan sahabat-sahabat Pertuni. Bahkan, dalam waktu dekat, ketika Pertuni berencana membuka cabang panti pijat baru di Weleri, Malik dengan tegas menyatakan kesiapannya untuk membantu.
Sore itu, rumah sederhana di sudut Weleri-Kendal itu menjadi saksi betapa kasih dan pengabdian tidak pernah mati. Ia hidup di wajah-wajah yang tak pernah menyerah, di langkah-langkah yang tak pernah berhenti, meski dunia yang mereka lihat hanya dalam rasa.
Ibu Muslim, sebelum menutup pertemuan, berpesan lembut, “Pokoke ojo ninggal sholat. Kudu sholat, ben ayem,”
Pesan sederhana, tapi menghunjam dalam. Sebuah kunci agar tetap teguh di tengah badai kehidupan.
Saat jemari ini menari di atas keyboard, air mata kembali menetes. Terbayang betapa agung rasa syukur para sahabat Pertuni yang tetap menyalakan semangat hidup, sementara kita yang diberi mata untuk melihat dunia kadang justru lupa mensyukurinya. Hari itu, bukan hanya silaturahmi yang terjadi. Tetapi sebuah perjumpaan jiwa. Sebuah pengingat bahwa dalam gelap, kadang justru kita menemukan cahaya paling sejati.
*) Bagas Chairil Anwar Ketua MPI PCM Weleri, dan Sekretaris PCPM Weleri