Oleh Susilo Sudarmanto.
Tanggal 30 September 1965 menjadi salah satu catatan kelam sejarah bangsa Indonesia. Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI) bukan hanya upaya perebutan kekuasaan, melainkan juga pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan, Pancasila, dan jati diri bangsa. Dari perspektif Pelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), peristiwa ini bukan sekadar memori masa lalu, tetapi pelajaran penting yang relevan bagi umat Islam dan kader Muhammadiyah hingga hari ini.
Al-Islam mengajarkan bahwa kekuasaan tidak boleh diraih dengan cara zalim. Firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 8 menegaskan, “Janganlah kebencian suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” Peristiwa G30S/PKI menjadi bukti nyata bagaimana ambisi politik yang membabi buta melahirkan kekerasan, fitnah, dan pertumpahan darah. Nilai keadilan terinjak, hak asasi manusia dilanggar.
Kemuhammadiyahan mengajarkan bahwa dakwah bukan hanya tabligh, tetapi juga amar ma’ruf nahi munkar yang tegak di atas kebenaran dan keadilan. Sikap Muhammadiyah saat itu, yang berdiri di garda depan bersama umat Islam dan bangsa Indonesia menolak ideologi komunisme ateis, adalah wujud nyata pembelaan terhadap nilai-nilai tauhid, kemerdekaan, dan martabat bangsa. Muhammadiyah mengerti bahwa komunisme bertentangan dengan prinsip iman, karena menolak keberadaan Tuhan dan mengagungkan materialisme sebagai ideologi.
Bagi pelajar AIK, peristiwa G30S/PKI memberi beberapa hikmah penting. Pertama, pentingnya kewaspadaan ideologis. Kader Muhammadiyah harus memahami bahwa setiap gerakan yang mengancam akidah dan keutuhan bangsa harus ditolak dengan tegas. Kedua, pentingnya menegakkan dakwah yang mencerahkan. Dakwah tidak boleh melulu retorika, melainkan harus nyata melahirkan kesadaran, pendidikan, dan pemberdayaan umat. Ketiga, pentingnya solidaritas umat Islam dalam menghadapi ancaman bersama.
Sejarah bukan untuk dikenang dalam dendam, melainkan dijadikan guru kehidupan. G30S/PKI adalah peringatan agar generasi muda Muhammadiyah tidak lengah, tidak larut dalam pragmatisme, apalagi tergoda ideologi yang menafikan Allah. Justru sebaliknya, generasi Muhammadiyah harus tampil sebagai pelopor dakwah yang mengokohkan iman, ilmu, dan amal.
Seperti diingatkan KH. Ahmad Dahlan, dakwah sejati adalah membumikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Maka pelajaran dari G30S/PKI adalah kewajiban kita menjaga bangsa dari ideologi sesat, menegakkan keadilan, dan membangun peradaban yang berlandaskan tauhid.
Dengan semangat AIK, Muhammadiyah mengajarkan bahwa sejarah bukan sekadar cerita, melainkan cermin. Dari cermin itu, kita belajar agar tragedi serupa tidak pernah terulang, dan umat Islam terus bergerak membawa cahaya kebenaran bagi Indonesia yang berkeadaban.
Susilo Sudarmanto, S.Pd adalah Ketua Umum PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kab. Kendal 2016-2017, dan guru MI Muhammadiyah Pagersari, Patean