Cerpen Putri Ni’matul Ummah
Terik matahari berangsur meredup. Awan kelabu lambat laun menyelimuti langit. Cucuran keringat mulai mengering seiring embusan angin yang membawa rintik hujan. Seketika ayunda-ayunda PCNA Rowosari berhamburan keluar untuk meneduhkan kendaraannya yang mulai basah kehujanan.
Ruangan seketika menjadi riuh. Tiba-tiba angin berembus kencang. Petir pun menggelegar bersamaan dengan hujan lebat. Iim, selaku tuan rumah sekaligus ketua PCNA Rowosari segera menutup lalu mengunci pintu. Mereka saling pandang dalam kesenyapan, beberapa kalimat suci terlantun kecil di bibir mereka.
“Nda, in sya Allah kita baik-baik saja. Kita lanjutkan saja ya? ” ucap Iim. Geraknya tampak tenang, tidak menunjukkan sedikit pun keresahan yang sebenarnya melanda batinya. Ia Kembali membuka buku agenda yang sudah dipersiapkannya berhari-hari untuk mendiskusikan rencana yang sudah dibicarakannya dalam grup aplikasi hijau beberapa hari yang lalu.
“Untuk kepanitiaan pelantikan NA ranting in sya Allah sudah clear ya yunda, gimana kabar setiap ranting untuk mengajak ranting-ranting ikut aktif di ahad pagi, apa udah disampaikan?” Iim membenarkan kaca matanya. Ia serius menagih jawaban dari setiap perwakilan ranting yang sudah didiskusikan pada pertemuan bulan lalu.
“Sepertinya agak berat, Nda. Ada yang berkomentar karena hari libur, yang paking banyak adalah kendalanya anaknya masih kecil-kecil,” keluh Laila. Suaranya terdengar parau.
“Sama, Nda. Di rantingku juga sama alasanya karena ribet anak masih kecil takut nantinya rewel dan mengganggu,” lirih Anita. Ia mendekus pasrah. Begitu pula keluhan ranting-ranting lain yang rata-rata memiliki jawaban yang sama. Termasuk ranting Iim.
“Kalau gitu berarti memang harus saya sampaikan sekarang. Ini kemarin kita dapat anjuran dari PDNA untuk mendirikan EMINA dari setiap cabang. Jadi tak jelaskan dulu, Emina itu Educare Milik NA. Nah, yang kita butuhkan disini adalah mainan-mainan juga bisa kertas gambar untuk mewarna, apapun yang bisa buat anak kecil seneng aja. Tapi taukan, masalah kita apa?” belum selesai Iim berbicara. Mereka semua menyahut serempak.
“UUD … ujung-ujungnya duit ….” Seisi ruangan pecah dengan gelak tawa yang antara prihatin dan berusaha keluar dari rasa pesimis. Hal yang selalu lumrah dan terbiasa mereka alami seolah hafal luar kepala.
Suasana Kembali hidup dan menghangat, namun tidak dengan cuaca yang makin menusuk tulang. Tak peduli seperti apa pun cuacanya yang dipikiran mereka adalah bagaimana cara menuntaskan masalah yang ada saat ini. Berbagai bidang telah memberikan masukan, tapi belum juga menemukan solusi yang tepat.
Satu jam telah berlalu tak terasa diskusi mereka belum kelar juga. “Wes Mbak, ayo maem sek wae timbang dipikir soyo mumet, ra dipikir tansoyo kepikiran, sidane tetep mikir ra uwes-uwes,” celetuk Iim. Ibu muda berjilbab merah muda itu cukup pintar mencairkan suasana. Seolah dia tahu apa yang diinginkan anggotanya. Ia mengajak beberapa Kawan untuk ke belakang mengambil jamuan yang sudah dipersiapkannya.
“Lupakan sejenak masalah kita, mari kita makan. Bismillahirrahmanirrahim. Eating is number one. yareu ….,” teriak Laila penuh semangat. Ibu Muda bertubuh gempal itu melahap kudapan yang disediakan begitu juga yang lainya.
“Yareu ….” Dengan kompak mereka semua menyahut Laila. Kebersamaan seperti inilah yang selalu dirindukan seolah mengembalikan kenangan masa gadis saat berkumpul dengan kawan-kawannya.
Di akhir perjumpaan, Iim memutuskan untuk urusan EMINA segera dilaunchingkan Bersama pelantikan ranting se-kecamatan nanti pada 20 hari yang akan datang.
“Tolong, nanti bidang Pendidikan Nda Laila dan Nda Hanifah ya yang bertanggung jawab persiapan Emina dibantu bidang lain, saya harap semua saling membantu ya. Kalau nanti ada tambahan kita diskusikan lagi di grup WA!”
“Siap, Ketua,” seru Anita juga Aliza dan lainnya. Acara pun ditutup dan mereka pulang ke rumah masing-masing.
**
Malam itu Iim duduk bersantai sambil menyuapi anak bontotnya. Ponselnya berdering nyaring berkali-kali. Wanita berparas manis itu berjalan ke sumber suara lalu segera mengangkat ponselnya yang tak tersentuh dari siang.
“Mbak, cek WA grup!darurat.” Suara Laila bergetar. Wa grup tiba-tiba sudah ramai. Kabar duka dari Hanifah bahwa rumah ayahnya terkena angin puting beliung dan ayahnya harus dirawat di rumah sakit akibat reruntuhan beberapa atap yang menimpa ayahnya. Tiba-tiba lututnya terasa lemas. Hanifah adalah sepupu Iim yang paling dekat bahkan kemana pun sering pergi bersama.
Kabar duka dari keluarga Hanifah membuat pikiran Iim cemas dan gelisah karena Hanifah berperan penting untuk perencanaan launching EMINA. Aduan dari Laila selaku rekan Hanifah pun menjadi menggunung. Iim hanya berkali-kali mengulang kegiatan yang sama, duduk lalu berdiri mengitari ruang tamu yang tak terlalu luas. Pikiran yang campur aduk membuatnya seperti hilang arah.
“Aku baik-baik saja, pasti semua akan terlalui satu persatu,” bisik Iim dalam hatinya, ia mencoba meyakinkan dirinya.
Acara pelantikan kurang satu minggu lagi. Waktu sudah sangat mepet, akan tetapi persiapan EMINA baru 25%. Iim mengadakan rapat dadakan dengan beberapa orang inti. Diantaranya Laila, Anita, Ima, Chalisa dan Aliza. Ia yakin bahwa dari setiap kepala pasti ada ide-ide menarik, dengan modal the power of kepepet, biasanya akan lebih cepat menemukan titik terang.
Iim masih sangat ingat nasihat dari Ustadz Suwandi adalah idza shodaqol ‘azmu wadhohassabilu, jika ada kemauan pasti ada jalan. Kata positif ini yang selalu menjadi motivasinya saat ia mulai merasa terombang-ambing tanpa arah.
Akhirnya, dari setiap anggota diharapkan untuk mengumpulkan mainan bekas dari rumah masing-masing atau dari kerabat yang mau menghibahkan mainan yang sudah tidak terpakai.
Satu hari sebelum hari H, semua panitia berkumpul di Lokasi acara. Sebagian anggota gladi bersih bagi yang bertugas dan Sebagian yang lain mulai menata keperluan di Lokasi EMINA.
Saat mereka khusuk mempersiapkan ruang Emina, tiba-tiba datang seorang wanita bertubuh tinggi yang terseok-seok membawa karung besar.
“Mbak Hanifah …,” teriak Laila kegirangan. Ia berlari lalu menghambur ke tubuh Hanifah hingga hampir saja terhuyung.
“Eh, maaf … saking senengnnya, Apa ini, Mbak?” berbagai pertannya terlontarkan untuk Hanifah. Namun, Ia hanya tersenyum melihat kecerewetan rekannya itu.
“Udah, ayok bantuin bawa dulu!” Tentu saja dengan senang hati Laila mengangkat karung tersebut.
Semua anggota menyambut hangat kedatangan Hanifah. Ia menjadi penyumbang terbesar mainan-mainan baru maupun pre-love yang masih sangat layak dan bagus. Meskipun dia tertimpa musibah, tapi keadaan tak menyulutkan semangatnya untuk kemajuan umat. Ia tidak lepas tanggung jawab begitu saja sebagai ketua bidang Pendidikan yang bertanggung jawab dalam menjalankan program EMINA.
Seulas senyum terukir di bibir Iim. Tiada henti kalimat Syukur terucap dari bibirnya, usaha maupun doannya tak ada yang sia-sia. Semuanya berjalan sesuai harapan. Kerjasama yang hebat antar semua bidang akhirnya membawa hasil yang indah. Tak lupa ia ucapkan terimakasih kepada semua anggota yang telah bekerjasama dengan baik.
Pelantikan ranting se-kecamatan berjalan dengan lancar dan tentunya launching EMINA (Educare Milik NA) terlaksanakan hari itu juga.
Sekarang tidak ada lagi ibu-ibu muda yang khawatir ke kajian ahad pagi dengan membawa anak karena EMINA selalu hadir untuk menemani anak-anak dan bahkan jama’ah ahad pagi pun mulai ramai dengan ibu muda juga anak-anak.
Putri Ni’matul Ummah, S.Pd adalah guru MI Muhammadiyah Tanjunganom, Rowosari