Oleh: Akbar Gunanjar*)
LANGIT di Desa Kenjuran, kaki Gunung Prau, seolah tahu bahwa kami sedang menyusun langkah terakhir sebagai pelajar di SMP Muhammadiyah 4 Sukorejo. Hari itu, 22–23 Mei 2025, seluruh siswa kelas IX mengikuti Masa Pembekalan Tahap Akhir (MAPETA), sebuah momen pamungkas yang bukan sekadar penutup perjalanan, tapi juga pijakan menuju masa depan.
MAPETA bukan sekadar kegiatan luar ruangan. Ia adalah perenungan. Di sana, mereka tidak hanya diajak berlari dan mendaki, tapi juga dituntun untuk menunduk dan menyelami diri. Mereka belajar mengenal kembali siapa diri kita sebagai pelajar Muhammadiyah: pribadi muslim yang harus berakhlak mulia, menjunjung adab, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.
Selama dua hari, PR IPM SMP MUMTAS menghadirkan kegiatan yang tak hanya menyentuh fisik, tapi juga membekas di hati. Mulai dari materi Aqidah Islam, keorganisasian IPM, kepemimpinan, hingga nilai-nilai kemuhammadiyahan—semua dirangkai dalam irama kebersamaan yang hangat dan penuh makna. Di sela-sela tadarus, qiyamul lail, dan outbond, kami justru banyak merenung tentang makna hidup yang lebih luas daripada sekadar nilai rapor.
Ustaz Drajat, dalam salah satu sesi, menyampaikan pesan yang meresap dalam: “Senantiasalah memurnikan dan menjaga ajaran Islam di manapun kalian berada.” Kalimat itu sederhana, namun bagi kami yang akan segera beranjak dari jenjang pendidikan ini, pesan tersebut seperti kompas spiritual yang akan selalu kami genggam erat.
Salah satu peserta, Zilla Athifah, mengatakan bahwa MAPETA membantunya belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, menumbuhkan kemandirian, dan memperhalus akhlak. Ajeng Ramadhani, peserta lain, mengaku bahwa kegiatan ini membuatnya merasa benar-benar diterima sebagai bagian dari keluarga besar yang tidak hanya peduli pada nilai akademis, tetapi juga kemanusiaan.
Dan sungguh, di sanalah letak kekuatan pendidikan di SMP MUMTAS: ia membentuk manusia yang utuh—yang berpikir dengan kepala, merasa dengan hati, dan melangkah dengan keyakinan iman. Kami bukan hanya diajarkan untuk cerdas, tetapi juga untuk rendah hati. Bukan hanya untuk tampil, tetapi juga untuk melayani. Dan bukan hanya untuk tahu, tetapi juga untuk hidup dalam kebaikan.
Kini, setelah MAPETA berakhir, maka berakhir pula masa kami sebagai siswa di SMP MUMTAS. Namun satu hal yang kami yakini, ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan baru sebagai kader persyarikatan, kader umat, dan kader bangsa.
Kelak, mungkin kami akan tersebar di berbagai penjuru negeri, menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan menjalani hidup dengan tantangan yang tak mudah. Tapi kami akan selalu ingat: pernah ada dua hari di kaki Gunung Prau, di mana kami belajar menjadi manusia seutuhnya.
Akbar Gunanjar adalah Guru Al Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 4 Sukorejo, Kendal