Oleh Muhchamad Haris Tarmidi
Setiap tanggal 1 Oktober bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Bukan sekadar seremoni tahunan, momentum ini sesungguhnya mengajak kita merenungkan kembali betapa Pancasila telah teruji melewati berbagai cobaan sejarah—dari rongrongan ideologi, pemberontakan bersenjata, hingga percobaan mengganti dasar negara. Pancasila tetap kokoh berdiri sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagi Muhammadiyah, Pancasila dipandang bukan hanya ideologi politik, melainkan juga konsensus luhur bangsa (darul ahdi), sekaligus ladang pembuktian amal nyata (darul syahadah). Dalam konteks darul ahdi, Pancasila adalah hasil perjanjian kebangsaan yang menyatukan keragaman suku, agama, dan budaya dalam satu rumah besar bernama Indonesia.
Ia adalah titik temu yang dirajut dengan kebijaksanaan para pendiri bangsa, sehingga setiap komponen memiliki ruang hidup yang adil.
Namun Pancasila tidak boleh berhenti sebagai dokumen kesepakatan. Ia harus hidup dalam keseharian bangsa.
Di sinilah makna darul syahadah hadir. Kesaktian Pancasila hanya benar-benar terbukti bila nilai-nilainya dijalankan: keadilan sosial, penghormatan pada kemanusiaan, persatuan di tengah perbedaan, musyawarah dalam demokrasi, serta ketuhanan yang menjiwai peradaban.
Umat Islam, termasuk Muhammadiyah, terpanggil untuk menjadi saksi hidup—menunjukkan amal nyata dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pemberdayaan umat—bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama, melainkan sejalan dengan misi rahmatan lil-‘alamin.
Di era digital dan globalisasi saat ini, ancaman terhadap Pancasila tidak lagi hadir dalam bentuk kudeta bersenjata, tetapi dalam wajah yang lebih halus: polarisasi politik, penyebaran hoaks, krisis moral, serta ideologi transnasional yang menggerus jati diri bangsa.
Di sinilah pentingnya kita meneguhkan kembali semangat darul ahdi wa syahadah. Pancasila sakti bukan karena magis, melainkan karena dijaga, diamalkan, dan diwariskan dengan kesadaran kolektif.
Kesaktian Pancasila adalah cermin dari ketangguhan bangsa. Dan dalam bingkai darul ahdi wa syahadah, Pancasila bukan sekadar dasar negara, melainkan kompas moral untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadaban, adil, dan berkemajuan.
Muhchamad Haris Tarmidi, M.Pd adalah Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PD Muhammadiyah Kenda, dan Kepala SD N 1 Karangulyo, Pegandon