Oleh Faroq Agus Riyadi
Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) bukan sekadar wadah berhimpun bagi petani di lingkungan Persyarikatan. Ia adalah ruang berkhidmat, tempat para petani Muhammadiyah meneguhkan peran sebagai pilar ketahanan pangan, penjaga kelestarian alam, sekaligus penggerak dakwah di tengah kehidupan pedesaan. Kehadirannya mengingatkan kita pada jejak para pendiri Muhammadiyah yang memadukan dakwah dengan pemberdayaan sosial-ekonomi umat.
Kini, menyambut Jambore Nasional (Jamnas) pertama yang akan digelar di Kebumen, Jum’at-Ahad (19-21/9/2025), JATAM seolah membuka lembaran baru sejarahnya.
Jambore ini bukan hanya ajang silaturahmi dan konsolidasi, tetapi juga momentum untuk menunjukkan bahwa petani Muhammadiyah memiliki visi besar: menjadikan lahan sebagai ladang dakwah, dan menjadikan hasil bumi sebagai jalan kemandirian umat.
Petani adalah wajah sejati Indonesia. Dari tangan mereka, beras tersaji di meja, sayur-mayur hadir di dapur, dan jagung, kedelai, hingga umbi-umbian menghidupi keluarga. Namun petani sering terlupakan, terpinggirkan oleh arus industrialisasi dan kebijakan yang tak berpihak. Dalam konteks inilah JATAM hadir, bukan hanya untuk memperjuangkan kepentingan petani Muhammadiyah, tetapi juga menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah bagian dari misi dakwah dan kemanusiaan.
Jambore Nasional di Kebumen hendaknya menjadi ruang belajar bersama. Di sana para kader tani bisa bertukar pengalaman, menimba inspirasi, sekaligus menyusun langkah strategis agar JATAM tak berhenti sebagai gerakan seremonial, tetapi tumbuh menjadi kekuatan nyata.
Tema-tema strategis seperti pertanian ramah lingkungan, teknologi tepat guna, kedaulatan pangan, hingga pemberdayaan perempuan dan pemuda tani seharusnya menjadi bahan diskusi yang serius.
Kebumen sebagai tuan rumah juga memberi simbol penting. Kabupaten ini dikenal dengan kekayaan alamnya, dari sawah subur hingga potensi laut. Menjadikan Kebumen sebagai titik awal Jambore berarti meneguhkan komitmen bahwa gerakan tani Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari realitas lokal. Setiap tanah, setiap ladang, setiap petak sawah adalah medan dakwah sekaligus ruang pengabdian.
Di balik semua itu, yang paling penting adalah kesadaran kolektif bahwa JATAM harus bertransformasi. Ia harus berjejaring dengan pemerintah, dunia usaha, dan komunitas lain, tanpa kehilangan ruh dakwah dan kemandirian. Di era krisis iklim dan ketidakpastian global, peran petani Muhammadiyah tidak lagi sekadar “penyedia pangan”, tetapi juga “penjaga masa depan”.
Jambore Nasional 1 ini menjadi tanda bahwa JATAM siap melangkah lebih jauh. Dari Kebumen, suara petani Muhammadiyah akan menggema: bahwa ketahanan pangan, kedaulatan umat, dan kelestarian alam bisa berjalan seiring, sepanjang ada niat tulus untuk bekerja dan berkhidmat.
H. Faroq Agus Riyadi, S.E, Ketua Majleis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PD Muhammadiyah Kendal
