NGAMPEL,KENDALMU.OR.ID – Bergabung dengan Muhammadiyah adalah kebanggaan bagi setiap kader yang memahami visi dan misinya. Namun, realitas di lapangan menunjukkan ada juga yang masuk karena ikut teman atau sekadar tuntutan pekerjaan di Amal Usaha Muhammadiyah.
Fenomena ini menjadi perhatian Ketua PCM Ngampel, Ustadz Abdul Ghofur, yang membawakan materi bertema “Jangan Gagal Paham Soal Muhammadiyah” pada Pengajian Rutin Ahad Pagi di Aula Ngampel, Ahad (10/8/2025).
“Kita sudah lama di Muhammadiyah, ada yang bergabung karena terpaksa, sukarela, atau hasil pemikiran. Tapi sering kita mendapat cibiran, misalnya shalat subuh tanpa qunut, tidak ziarah kubur, dan sebagainya,” ujar Ust. Ghofur membuka pembahasan.
Ia lalu mengurai pengertian Muhammadiyah. Secara bahasa, kata Muhammadiyah berasal dari “Muhammad” dan akhiran “-iyah” yang berarti pengikut atau yang bersifat seperti Nabi Muhammad ﷺ. Sedangkan secara organisasi, Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H di Yogyakarta.
Berdasarkan Anggaran Dasar (AD) Bab II pasal 4, Muhammadiyah adalah gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, berasas Islam, dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Anggaran Rumah Tangga (ART), ditegaskan bahwa gerakan ini bersifat non-politik praktis.
Menjawab anggapan bahwa Muhammadiyah hanya berdakwah sebatas amar ma’ruf, tanpa keberanian dalam nahi mungkar, Ust. Ghofur menegaskan bahwa Muhammadiyah tetap berjuang memberantas kemungkaran seperti perjudian, prostitusi, dan korupsi, namun dengan prinsip menjaga diri agar tidak terjerumus dalam praktik tersebut.

Isu politik juga kerap memicu polemik. Ada yang menuduh Muhammadiyah condong ke partai tertentu atau dijadikan sasaran politik praktis.
“Jangan mudah menuduh. Muhammadiyah berdiri untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,” tegasnya.
Ust. Ghofur juga mengingatkan pentingnya disiplin beribadah dan bermuhammadiyah.
“Menegakkan berarti disiplin. Beda antara orang yang shalat tepat waktu berjamaah di masjid dengan yang shalat di rumah di akhir waktu. Menjunjung berarti melaksanakan dengan sungguh-sungguh,” pesannya.
Dalam usianya yang akan menginjak 113 tahun pada November mendatang, Muhammadiyah telah berkiprah di berbagai bidang: membangun sekolah dari TK hingga perguruan tinggi, mendirikan masjid dan pusat dakwah, mengelola rumah sakit, panti asuhan, hingga mengembangkan usaha ekonomi.
“Organisasi seangkatan Muhammadiyah banyak yang bubar seperti Boedi Oetomo atau Sarekat Islam. Muhammadiyah justru terus berkembang bahkan disebut sebagai salah satu organisasi Islam terkaya di dunia,” tambahnya.
Menariknya, Ust. Ghofur juga membahas ragam varian kader Muhammadiyah yang ditemuinya: MuNu (Muhammadiyah NU) – Muhammadiyah dengan budaya NU. Mugalu (Muhammadiyah Garis Lurus) – fokus pada pemurnian akidah dan ibadah. Murasa (Muhammadiyah rasa Salafi) – giat memberantas TBC (takhayul, bid’ah, dan churafat). Krismuha (Kristen Muhammadiyah) – non-Muslim yang pernah menempuh pendidikan di sekolah Muhammadiyah.
“Meskipun mereka Kristen, banyak yang hafal lagu Sang Surya,” selorohnya disambut tawa jamaah.
Di akhir tausiyah, ia mengajak jamaah untuk tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, sekaligus menjaga hubungan baik dengan orang yang berbeda pandangan.
“Kita harus tegas dalam prinsip, tapi tetap fleksibel dalam menghormati,” pungkasnya.
Kontributor : Ario Bagus Pamungkas, Editor : Abdul Ghofur