SURAKARTA.KENDALMU.OR.ID. Berdasarkan data yang dimiliki, Muhammadiyah ternyata sebagai Ormas Islam yang memiliki pondok pesantren terbanyak, 444 pesantren yang tersebar di 27 Provinsi di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Saad Ibrahim dalam Rakornas Lembaga Pengembangan Pesantren (LPPM), Rabu (28/8/2024) di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Dia menegaskan, seluruh pesantren di bawah naungan Muhammadiyah tidak dimiliki secara pribadi oleh individu-individu tertentu.
“Pesantren bukanlah milik personal. Semua pesantren tersebut milik Muhammadiyah,” tegas Saad Ibahim sebagaimana dilansir dari muhammadiyah.or.id .
Hal tersebut, kata Saad, sejalan dengan prinsip dasar yang dianut oleh Muhammadiyah, di mana seluruh amal usaha—termasuk rumah sakit, perguruan tinggi, dan sekolah—adalah milik kolektif organisasi.
“Kepemilikan kolektif ini bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada umat, tanpa adanya kepentingan pribadi yang mendominasi,” ujarnya.
‘Insya Allah Amal Usaha Muhammadiyah yang kita kelola ini diterima oleh Allah, karena kepemilikannya kolektif. Nanti pahalanya pun kolektif,” tambah Saad Ibrahim dengan nada becanda.
Prinsip kepemilikan kolektif ini, kata Saad, tidak hanya menjamin keberlanjutan amal usaha Muhammadiyah, tetapi juga memastikan bahwa seluruh aktivitas organisasi dilakukan dengan niat tulus untuk melayani masyarakat.
“Dengan semakin banyaknya pesantren yang berdiri di bawah naungan Muhammadiyah, harapan untuk melahirkan ulama-ulama muda yang berkualitas semakin besar,” pintanya.
Diketahui, Rakornas LPPM berlangsung Rabu-Kamis (27-29/2024) diikuti oleh 250 peserta, mengusung tema ‘Membangun Kemandirian Pesantren Muhammadiyah melalui Pendayagunaan Wakaf dan Pengembangan Ekonomi’.
Wakil Rektor IV UMS, Em Sutrisna berharap, dapat berjalan dengan lancar dan mampu mengeluarkan hasil yang memberikan manfaat kepada kita semua.
Sedangkan Ketua LPPM PP Muhammadiyah, Maskuri menilai, Rakornas kali ini diikuti oleh peserta dengan jumlah terbanyak.
“Alasan Rakornas dilaksanakan di UMS adalah hasil evaluasi dari tahun sebelumnya yang pesertanya sangat terbatas karena keterbatasan asrama,” tuturnya.