RINGINARUM, KENDALMU.OR.ID — Dalam suasana penuh khidmat, Ustaz Mohammad Zabidi menyampaikan tausiyah bertema “Makna Beruntung dalam Islam” dalam pengajian pekanan yang digelar di Balai Desa Caruban, Kec. Ringinarum, Kendal Ahad (19/10/2025).
Dalam kajian tersebut, beliau menjelaskan bahwa ukuran keberuntungan seorang muslim bukanlah kekayaan, jabatan, atau status sosial, melainkan keimanan, amal saleh, dan keridaan Allah SWT.
“Keberuntungan sejati adalah ketika seseorang selamat dari azab Allah, mendapatkan rahmat dan surga-Nya, serta memperoleh ketenangan hati di dunia,” ujar Ustaz Zabidi di hadapan jamaah.
Beliau kemudian menguraikan ciri-ciri orang mukmin yang beruntung sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Mu’minun ayat 1–11.
Ciri pertama, kata beliau, adalah orang yang khusyuk dalam salat. Dalam ayat kedua disebutkan: “Alladzīna hum fī ṣalātihim khāshi‘ūn.”
“Khusyuk berarti menghadirkan hati, tunduk, dan penuh kekhusyukan kepada Allah saat salat,” jelas Ustaz Zabidi.
“Salat bukan rutinitas, tetapi pertemuan hati dengan Allah. Orang yang khusyuk tidak terganggu oleh pikiran duniawi atau gerak tubuh yang sia-sia.”
Ciri kedua orang mukmin yang beruntung, lanjutnya, adalah menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan dalam ayat ketiga: “Walladzīna hum ‘anil laghwi mu‘riḍūn.”
“Orang beriman itu menjaga diri dari hal-hal sia-sia—gosip, omongan kosong, dan perbuatan yang tidak mendekatkan diri kepada Allah,” tegasnya. “Mereka selektif dalam ucapan dan perbuatan, fokus hanya pada hal-hal yang bermanfaat.”
Ciri ketiga yang dijelaskan adalah orang mukmin yang menunaikan zakat, sebagaimana terdapat dalam ayat keempat: “Walladzīna hum liz-zakāti fā‘ilūn.”
“Zakat memiliki dua makna,” terang Ustaz Zabidi. “Secara syar‘i, menunaikan kewajiban zakat harta. Secara umum, bermakna mensucikan diri dari sifat kikir dan dosa. Orang mukmin sejati sadar bahwa sebagian rezekinya adalah hak orang lain.”
Sementara itu, ciri keempat adalah menjaga kehormatan dan kesucian diri, sebagaimana dijelaskan dalam ayat kelima hingga ketujuh.
“Orang mukmin tidak terjerumus dalam perzinaan, perbuatan cabul, atau hal-hal yang menodai kehormatan diri. Dalam Islam, pengendalian hawa nafsu adalah bukti kekuatan iman,” tuturnya.
Lebih lanjut, ciri kelima adalah konsisten dalam menjaga salat, sebagaimana disebutkan dalam ayat kesembilan: “Walladzīna hum ‘alā ṣalawātihim yuḥāfiẓūn.”
“Orang yang beruntung bukan hanya khusyuk dalam salatnya, tapi juga menjaga waktu dan kedisiplinannya,” jelasnya. “Salat itu penguat iman dan pengendali hidup, bukan sekadar rutinitas harian.”
Di akhir tausiyahnya, Ustaz Zabidi menutup dengan penegasan makna ayat kesepuluh dan kesebelas: “Ulāika humul wāritsūn, alladzīna yaritsūnal-firdausa hum fīhā khālidūn.”
“Inilah janji agung dari Allah bagi orang-orang beriman sejati. Mereka akan mewarisi surga Firdaus, tempat tertinggi dan termulia, dan kekal di dalamnya penuh kebahagiaan tanpa batas,” ujarnya dengan nada penuh harap.
Dia berpesan, keberuntungan sejati tidak diukur dari harta dan kedudukan, tapi dari kedekatan kita kepada Allah. Iman yang kuat, salat yang khusyuk, dan amal yang ikhlas akan menjadi jalan menuju kebahagiaan abadi. (atun)
Kontributor : Sab’atun