SUKOREJO, KENDALMU.OR.ID — Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sukorejo kembali menggelar Pengajian Ahad Pagi pada Ahad Pahing (12/10/2025) di Aula TunasMu Muhammadiyah Center, Sumber-Kebumen.
Dalam kesempatan itu, Ustadz Wahyudi Sarju Abdurrohim membawakan tausiyah bertema “Siapa yang Wajib Sholat, Syarat dan Rukun Sholat, serta Pentingnya Memakmurkan Masjid.”
Ia mengingatkan jamaah bahwa sholat merupakan tiang agama yang wajib ditegakkan oleh setiap Muslim yang memenuhi tiga syarat utama: Muslim, baligh, dan berakal.
“Bahkan orang yang pikun sekalipun, selama masih bisa mengingat Allah walau sesaat, tetap wajib melaksanakan sholat,” tegas Ustadz Wahyudi di hadapan jamaah.
Ia menambahkan, kewajiban sholat tidak gugur meski dalam keadaan sakit parah.
“Jika tidak mampu berdiri, boleh duduk. Jika tidak mampu duduk, boleh berbaring. Lakukan semampunya. Sholat adalah bentuk pengakuan seorang hamba bahwa dirinya selalu bergantung kepada Allah,” ujarnya.
Selain itu, Ustadz Wahyudi menekankan pentingnya memakmurkan masjid sebagaimana teladan Rasulullah SAW yang menjadikan masjid sebagai pusat dakwah, pendidikan, dan penguatan ukhuwah.
“Ramaikan masjid. Ajak seluruh keluarga ke masjid, karena masjid adalah tempat paling mulia,” pesannya penuh semangat.
Sebagai penguat pesan, beliau mengisahkan hadis sahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim tentang seorang perempuan penyapu masjid yang wafat tanpa sepengetahuan Rasulullah SAW. Setelah mengetahui, Rasulullah menyalatkannya secara ghaib sebagai bentuk penghormatan.
“Itu bukti bahwa Nabi sangat menghargai orang-orang yang berkhidmat di masjid, sekalipun bukan tokoh besar,” ungkap Ustadz Wahyudi.
Syarat dan Rukun Sholat Menurut Tarjih Muhammadiyah
Dalam penjelasannya, Ustadz Wahyudi memaparkan syarat sah sholat sebagaimana tertuang dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT), yaitu suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, menutup aurat, masuk waktu sholat, menghadap kiblat.
Sementara rukun qouli (ucapan) mencakup takbiratul ihram, membaca Al-Fatihah (termasuk basmalah yang wajib menurut Buku Pedoman Tarjih Muhammadiyah), tahiyat, sholawat, dan salam pertama.
Dalam tarjih Muhammadiyah, basmalah dibaca pelan (sirr), bukan dengan suara keras, karena mengikuti praktik mayoritas sahabat.
“Rukun qouli harus diucapkan, bukan hanya dibatin,” tegasnya.
Adapun rukun fikli (gerakan) meliputi berdiri bagi yang mampu, rukuk, i‘tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tuma’ninah di setiap posisi. Semua gerakan itu harus dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Haiah: Penyempurna Sholat, Bukan Penentu Sah-Batalnya
Ustadz Wahyudi juga menjelaskan konsep haiah, yaitu tata cara atau bacaan penyempurna sholat, seperti posisi sedekap di dada, mengangkat tangan saat takbir, doa iftitah, atau membaca surat setelah Al-Fatihah.
“Perkara haiah berpahala jika dilakukan karena mengikuti sunnah Nabi, tapi tidak membatalkan sholat jika ditinggalkan,” terangnya.
“Kalau melihat orang sholat tidak mengangkat tangan atau tidak bersedekap, jangan langsung disalahkan. Itu bagian dari haiah,” tambahnya.
Dengan memahami perbedaan antara syarat, rukun, dan haiah, jamaah diharapkan dapat menegakkan sholat dengan benar, khusyuk, dan sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis Sahih
Sebagai penutup, Ustadz Wahyudi menegaskan bahwa tarjih Muhammadiyah berpegang langsung pada Al-Qur’an dan hadis sahih, bukan pada mazhab tertentu. Prinsip ini menegaskan semangat tajdid (pembaharuan) dan pemurnian ibadah yang menjadi ciri khas Muhammadiyah.
“Jangan sampai kita mengaku Muhammadiyah, tapi amalan kita tidak bersumber dari HPT,” pesannya.
“Katanya tidak boleh taqlid, maka saya harap semua AUM dan ranting memiliki HPT. Warga kita harus mengenal produk-produk tarjih Muhammadiyah,” tambahnya.
Ustadz Wahyudi juga mengingatkan bahwa dalam tarjih, perbedaan pendapat bukanlah sumber perpecahan.
“Pendapat lemah disebut marjuh, bukan sesat dan bukan bid’ah. Selama ada dalil, perbedaan itu bagian dari proses tarjih,” tutupnya. (silo)
Kontributor: Susilo Prayitno