BOJA.KENDALMU.OR.ID. Pengalaman panjang dan dedikasi tinggi salah satu mantan Kepala Kantor Sekretaroat PD Muhammadiyah Kendal, Abdul Ghofur menjadi bekal berharga saat ia memberikan pelatihan administrasi organisasi kepada para peserta Baitul Arqam tingkat Cabang Kecamatan Boja, Ahad (11/5/2025).
Pelatihan yang berlangsung di SMK Muhammadiyah 2 Boja ini menjadi pembuka rangkaian kegiatan pengkaderan yang digelar hari itu.
Dalam kesempatan tersebut, Abdul Ghofur yang saat ini menjabat sebagai Ketua PCM Ngampel memberikan materi penting seputar tata kelola administrasi organisasi.
Materi pelatihan mencakup lingkup organisasi Muhammadiyah, mulai dari PCM, Unit Pembantu Pimpinan (UPP), Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), hingga organisasi otonom (Ortom) di tingkat cabang.
Meski telah purna tugas sejak September 2024, Ghofur tetap menunjukkan semangat luar biasa dalam berbagi pengetahuan. Ia dikenal sebagai sosok yang telah mengabdi selama 14 tahun di kantor PDM Kendal sejak 2008, dan baru resmi menjabat sebagai Kepala Kantor pada tahun 2014.
Tak heran jika ingatan dan penguasaan Abdul Ghofur terhadap sistem administrasi organisasi Muhammadiyah masih sangat kuat. Ia menyampaikan materi dengan lancar dan penuh semangat, membuat peserta pelatihan antusias dan mudah memahami setiap poin yang disampaikan.
Kehadirannya di kegiatan ini tidak hanya memberikan wawasan teknis tentang administrasi organisasi, namun juga menjadi inspirasi tentang makna pengabdian dan komitmen terhadap dakwah melalui jalur struktural Muhammadiyah.
Pelatihan ini menjadi bagian penting dari penguatan kapasitas kader Muhammadiyah tingkat cabang agar lebih siap, rapi, dan tertib dalam menjalankan roda organisasi.
Eks Kepala Kantor Sekretariat PDM Kendal, memaparkan empat pokok tata kelola administrasi organisasi Muhammadiyah.
Keempat aspek penting tersebut meliputi administrasi keanggotaan, administrasi kesekretariatan, administrasi inventaris aset, dan administrasi keuangan.

Menurutnya pemahaman dan pengelolaan administrasi ini menjadi pondasi kuat bagi tertibnya gerak organisasi di berbagai level, mulai dari ranting hingga pusat.
Secara khusus, Ghofur menekankan pentingnya administrasi keanggotaan Muhammadiyah, yang menjadi bentuk awal pelayanan terhadap masyarakat yang ingin bergabung secara resmi dengan persyarikatan.
“Administrasi keanggotaan ini adalah langkah awal bagi masyarakat umum yang ingin memiliki Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM),” ujarnya di hadapan ratusan peserta pelatihan.
Ia menjelaskan bahwa untuk memperoleh KTAM, seseorang harus memenuhi sejumlah syarat dasar.
“Yang bersangkutan harus beragama Islam, berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah, menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah, serta bersedia mendukung usaha-usaha Muhammadiyah,” terangnya.
Setelah memenuhi persyaratan tersebut, calon anggota dapat melanjutkan proses pendaftaran dengan mengisi formulir KTAM secara online, disertai rekomendasi dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) setempat.
“Selanjutnya, calon anggota juga diminta membayar uang pangkal sebesar Rp25.000 dan melampirkan foto close-up,” imbuh Ghofur.
Apabila yang bersangkutan sudah memiliki KTAM harus segera melaporkan ke PCM dan PRM untuk dilakukan pendataan anggota dalam rangka tertib administrasi keanggotaan.
Selanjutnya tentang administrasi kesekretariatan, atau surat menyurat ditekankan penting kepala kantor memahami kaidah-kaidah administrasi Muhammadiyah, mempraktekkan dan mengelola surat-surat masuk maupun keluar dengan baik dan benar.
Tentang administrasi kesekretariatan Abdul Ghofur memaparkan secara rinci tahapan-tahapan dalam proses pembuatan surat resmi di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah.
Menurutnya, proses penulisan surat tidak bisa dilakukan sembarangan. Surat harus dibuat berdasarkan inisiatif, usulan, atau perintah pimpinan, namun tetap dengan sepengetahuan ketua dan sekretaris.
“Seorang penulis surat harus memiliki literasi yang baik, mampu membaca dan menulis dengan cermat, sehingga menghasilkan surat-surat yang sesuai dengan kaidah administrasi yang berlaku,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa surat yang sudah selesai ditulis belum langsung dapat dimintakan tanda tangan. Dokumen tersebut masih berstatus konsep dan harus diteliti lebih dulu oleh pihak yang akan membubuhkan tanda tangan.
“Bisa saja ketua atau sekretaris menilai bahwa konsep surat tersebut belum tepat dan masih perlu diedit. Setelah direvisi, konsep surat itu harus dikembalikan lagi untuk diperiksa ulang,” terangnya.
Jika surat telah dinyatakan benar dan layak, barulah pengesahan dilakukan dengan tanda tangan dari ketua dan sekretaris. Setelah itu, surat dapat digandakan sesuai kebutuhan, apabila diperlukan.

“Tahap berikutnya adalah publikasi atau pengiriman surat, baik secara manual maupun elektronik, kepada pihak yang dituju. Jangan lupa, satu eksemplar dan lampirannya (jika ada-red) harus disimpan untuk keperluan arsip,” tegas Ghofur.
Penjelasan ini menegaskan bahwa proses administrasi surat menyurat memerlukan ketelitian, prosedur yang jelas, dan tanggung jawab, agar organisasi berjalan tertib dan profesional sesuai prinsip Muhammadiyah.
Abdul Ghofur memberikan penekanan khusus mengenai penggunaan bahasa dalam surat resmi. Ia menegaskan bahwa surat resmi harus menggunakan Bahasa Indonesia EYD, yang baik dan benar, sesuai dengan kaidah resmi, dan bebas dari gaya bahasa gaul.
Menurutnya, penulisan surat resmi tidak hanya soal isi, tetapi juga menyangkut gaya bahasa yang mencerminkan profesionalitas dan kredibilitas organisasi.
“Gunakan bahasa yang lugas, efisien, tidak berbelit-belit, dan jauh dari kesan morfosis,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya struktur kalimat yang jelas dan tidak multitafsir. Dalam surat resmi, setiap kalimat harus mampu menyampaikan maksud secara langsung dan mudah dipahami tanpa membuka peluang penafsiran ganda.
“Penulis surat harus obyektif dan netral, tidak mencampurkan pendapat pribadi ke dalam isi surat,” ujarnya.
Gaya bahasa yang digunakan pun harus sopan dan formal, dengan sapaan hormat yang sesuai serta menghindari penggunaan singkatan yang tidak baku.
Lebih lanjut, Ghofur menekankan pentingnya struktur kalimat yang rapi dan sistematis. Setiap paragraf harus tersusun secara logis dan tidak mengulang-ulang pernyataan yang sama.
Dibagian ketiga, Abdul Ghofur menyoroti pentingnya pengelolaan aset milik persyarikatan Muhammadiyah secara tertib dan sistematis.
Ia menegaskan bahwa seluruh kekayaan organisasi, baik berupa barang maupun fasilitas, harus dicatat sesuai standar administrasi yang baku.
Menurut Ghofur, pencatatan inventaris aset tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Setiap barang milik organisasi harus didokumentasikan secara lengkap dengan mencantumkan nama barang, merek atau spesifikasi, jumlah, tahun perolehan, harga, sumber dana, dan kondisi barang.
“Selain itu, setiap aset perlu diberi label atau tanda pengenal seperti stiker, kode barang, tahun pengadaan, dan nama organisasi,” jelasnya.
Ghofur juga mengingatkan pentingnya menyimpan dokumen pendukung seperti nota pembelian, surat hibah, atau tanda serah terima barang. Dokumen-dokumen tersebut, menurutnya, harus diarsipkan baik secara manual maupun digital untuk memudahkan pelacakan dan akuntabilitas.
Untuk menjaga akurasi data, pengecekan berkala terhadap aset juga perlu dilakukan, minimal setiap enam bulan atau setahun sekali.
“Hasil dari pengecekan tersebut kemudian dilaporkan dalam momen-momen penting sebagai bentuk transparansi dan tanggung jawab pengelola,” katanya.
Ia menyarankan penggunaan aplikasi yang mudah dipahami untuk membantu proses administrasi ini, seperti Microsoft Excel atau Google Sheets. Kedua aplikasi tersebut dianggap cukup efektif untuk membuat laporan dan menyimpan data inventaris dengan rapi.
Dan yang terakhir adalah pentingnya administrasi keuangan organisasi Muhammadiyah.
Ghofur menjelaskan bahwa administrasi keuangan adalah seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan dana organisasi, mulai dari penerimaan hingga penggunaannya.
Menurutnya, ada tiga aspek utama yang harus dipahami dan dijalankan dalam sistem keuangan organisasi Muhammadiyah.
Pertama adalah sumber dana, yang bisa berasal dari infaq internal anggota, hasil penghimpunan dana oleh Lazismu, sisa hasil usaha (SHU), atau hibah dari pihak ketiga.
Kedua, dana tersebut dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti operasional rutin organisasi, pelaksanaan kegiatan, perawatan aset, hingga gaji pegawai jika ada.
Ketiga, semua aktivitas keuangan harus dicatat dan dilaporkan dengan baik melalui sistem pembukuan dan pelaporan yang rapi.
“Setiap organisasi wajib memiliki buku kas masuk dan kas keluar, menyusun laporan keuangan secara berkala—baik bulanan maupun tahunan—dan melampirkannya dengan dokumen pendukung seperti nota atau kwitansi,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa laporan keuangan bukan hanya sekadar formalitas, tapi merupakan bentuk pertanggungjawaban yang harus disusun secara transparan dan akuntabel. “Laporan ini nantinya disampaikan kepada pimpinan atau pengurus agar bisa diaudit, memastikan bahwa dana organisasi dikelola dengan amanah,” tegas Ghofur. (pardi)
Kontributor : Supardi
Editor : Abdul Ghofur