NGAMPEL.KENDALMU.OR.ID. Pimpinan Redaksi (Pimred) kendalmu.or.id, Abdul Ghofur membeberkan profil orang-orang muslim yang dapat dilihat setelah Idul Fitri yang diawali memasuki bulan Syawal.
“Profil merupakan gambaran atau deskripsi singkat mengenai seseorang yang mencerminkan karakteristik, identitas, atau ciri-ciri utamanya,” kata Ghofur mengawali khutbah Idul Fitri 1446 H, Senin (31/3/2025) di Halaman SD N Kebonagung, Kec. Ngampel, Kendal.
Di hadapan jamaah dia menjelaskan secara umum setelah lebaran umat Islam terbagi ke dalam beberapa profil berdasarkan bagaimana mereka mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama bulan suci.
Abdul Ghofur yang juga Sekretaris Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PD Muhammadiyah Kendal membagi 5 profil umat Islam setelah Ramadan dan Idul Fitri berakhir.
Yang pertama, kata dia, adalah Al-Muwadhim (Si Konsisten), tetap menjaga kebiasaan ibadah seperti shalat tahajud, puasa sunnah, membaca Al-Qur’an, sedekah, dan kebiasaan baik selama Ramadan.
“Al Muwadhim orang-orang yang tetap menjaga amalan ibadah dan kebiasaan baik yang dilakukan selama bulan Ramadan, meskipun Ramadan telah berakhir,” ucapnya mengutip Al qur’an Surat Al Fussilat ayat 30
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kalian takut dan janganlah bersedih hati; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian.’”
Menurutnya, Ramadan bagi kelompk Al Muwadhim adalah titik awal untuk terus memperbaiki diri.

“Ramadan bagi mereka bukan hanya sekadar bulan penuh ibadah dan ampunan, tetapi juga momentum bagi seorang Muslim untuk memulai perubahan ke arah yang lebih baik,” tegasnya.
Jika diibaratkan, lanjutnya, Ramadan adalah sebuah madrasah (sekolah spiritual) yang melatih kita untuk menjadi pribadi yang lebih taat dan bertakwa.
Ramadan melatih disiplin ibadah terbiasa shalat tepat waktu, membaca Al-Qur’an, bersedekah, serta memperbanyak doa dan dzikir.
“Ketika Ramadan dan Idul Fitri berakhir kaum Muadzim menjaga kebiasaan baik selama-lamanya,” ujarnya
Mereka menjaga Ramadan shalat berjamaah tepat waktu dan ibadah lainnya, imbuhnya mensitir Al qur’an Surat Al Ankabut ayat 45
ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Profil kedua Al-Mutasāhil (Si Santai). Mereka di awal-awal Ramadan semangat beribadah tetapi setelahnya mereka mulai longgar dalam menjalankan ibadah.

“Kelompk ke dua berprofil Al-Mutasāhil, masih berusaha untuk menjaga ibadah sunnah, meskipun tidak seintens bulan Ramadan. Mereka santai beribadah setelah Ramadan dan erusaha untuk menjaga kebiasaan baik dari bulan Ramadan, tetapi tidak seketat atau seistiqamah saat bulan Ramadan berlangsung,” terangnya.
“Mereka mengalami penurunan semangat dalam beribadah, meskipun masih memiliki kesadaran untuk tetap beribadah,” tegas Ghofur yang juga Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngampel)
Dia memberi ciri-ciri orang-orang Al-Mutasāhil, yakni shalat wajib masih dilakukan, tetapi tidak tepat waktu, mulai kendor dan jarang sholat berjamaah.
“Ketika Ramadan rajin tadarus, membaca Al qur’an, tetapi setelah Ramadan membuka Al-Qur’an, hanya sesekali membaca. Puasa sunnah mulai jarang dilakukan. Saat Ramadan sering sedekah, membantu sesama, berbagi makanan berbuka, tetapi setelah Ramadan jarang bersedekah atau hanya sesekali memberi kepada yang membutuhkan, dan saat Ramadan berhati-hati dalam berkata dan bertindak, tetapi setelah Ramadan kembali mudah bergosip, berkata kasar, atau berperilaku kurang baik,” terangnya.
Yang ke tiga adalah Al-Munqatī’ (Si Putus Hubungan), yaitu prang yang terputus hubungannya dengan Ibadah Setelah Ramadan.
“Setelah Ramadan selesai, mereka benar-benar kembali ke kebiasaan sebelum Ramadan, bahkan meninggalkan ibadah wajib seperti shalat dan membaca Al-Qur’an. Mereka mengalami kemunduran spiritual dan butuh motivasi ulang,” tegasnya lagi.
Abdul Ghofur memberi ciri-ciri Al-Munqati’ setelah Ramadan, antara lain shalat fardhu mulai ditinggalkan padahal selama Ramadan rajin sholat tepat waktu dan berjamaah, meninggalkan tadarus, membaca Al-Qur’an, tidak pernah puasa sunnah, kembali melakukan kebiasaan buruk tanpa rasa bersalah, hilangnya rasa takut dan harapan kepada Allah, dan merasa jauh dari Allah dan tidak berusaha untuk mendekat lagi.
Allah berfirman dalam Surat An Nahl ayat 92 :
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَٰنَكُمْ دَخَلًۢا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ ٱللَّهُ بِهِۦ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Artinya: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
Dia memberi tips cara menghindari sikap Al-Munqati’, menyadari bahwa Allah tetap ada setelah Ramadan. Ibadah tidak hanya untuk Ramadan, tetapi untuk kehidupan kita setiap hari.
“Jaga kebiasaan baik meskipun sedikit – Jika sulit, mulai dengan hal kecil seperti shalat tepat waktu dan membaca Al-Qur’an 1 halaman per hari. Gabung dalam lingkungan yang baik, berteman dengan orang-orang yang rajin beribadah bisa membantu menjaga semangat. Berdoa agar tetap istiqamah, minta kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk terus beribadah setelah Ramadan,” ujarnya.

Ke empat kata Khotib adalah Al-Mutajaddid (Si Pembelajar), berarti “yang diperbarui”, yaitu seseorang yang mengalami pembaruan spiritual, moral, dan ibadah selama bulan suci ini.
“Berbeda dengan Al-Mujaddid (pembaharu), yang biasanya merujuk pada sosok yang membawa pembaruan dalam agama, Al-Mutajaddid lebih bersifat personal, yaitu orang yang memperbarui dirinya sendiri dalam aspek keimanan dan ketakwaan,” katanya.
Menurutnya, Ramadan menjadi momentum perubahan bagi mereka. Mereka setelah Ramadan semakin ingin mendalami ilmu agama dan memperbaiki diri, Mereka mulai ikut kajian, mereka berani rajin menghadiri pengajian, mulai belajar tafsir, atau mendalami pemahaman Islam lebih dalam.
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya,” (Al qur’an Surat At Taubah Ayat 122).
“Mereka mengalami pembaruan diri setelah menjalani ibadah Ramadan. Ramadan dianggap sebagai momen pembersihan jiwa, sehingga setelahnya seseorang merasa menjadi pribadi yang lebih baik dan baru,” ucapnya.
Jadi, Al-Mutajaddid pasca Ramadan adalah seseorang yang mengalami perubahan positif dan terus menjaga pembaruan diri dalam kebaikan, bukan hanya selama Ramadan tetapi juga setelahnya.
Dan yang terakhir adalah Al-Mukhlis (Si Ikhlas), seseorang yang menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan, yaitu harapan pahala dan ridha Allah tanpa mengharapkan imbalan duniawi.
“Para Al Mukhlisin adalah orang-orang yang Ikhlas, semata karena Allah subhanahu wata’ala,” ujar Ghofur mengutip hadis Nabi :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan ihtisab (penuh harapan akan pahala dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim).
“Mereka yang menjalani ibadah sebelum, saat, dan setelah Ramadan dengan penuh keikhlasan. Ramadan hanya menjadi bagian dari perjalanan panjang mereka dalam ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Setelah Ramadan, penting untuk tetap menjaga semangat beribadah agar tidak kembali ke kebiasaan lama yang tidak diridhoi Allah,” tutupnya.
