NGAMPEL.KENDALMU.OR.ID. Anggota Majelis Tabligh PDM Kendal, Ustadz Abdul Rouf mengungkap karakter ikhlas dan penghalangya.
Ikhlas kata Ustadz Rouf sebagai syarat utama agar amal diterima oleh Allah, tanpa mengharapkan imbalan dari makhluk.
“Ikhlas menurut pendapat para ulama adalah ilmu yang sulit dipelajari,” kata Ustadz Rouf di pengajian Ahad Pagi Al Ikhlas PCM Ngampel (1/12/2024) di Masjid Ashofiyah Sukodono, Kota Kendal.
Ustadz Rouf mengutip pendapat Imam Al Ghozal, bahwa kita manusia seperti mayat yang tidak ada manfaatnya kecuali orang yang berilmu.
“Orang berilmu dianggap seperti orang tidur diajak berbicara tidak menanggapi kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan orang yang mengamalkan ilmunya ternyata rugi kecuali orang yang iklhas dalam hatinya, dan ternyata Allah meminta kita untuk Ikhlas,” beber sang Ustadz.
Mengutip pendapat Prof. Hamka, kata Ustadz Rouf amalan Ikhlas seperti susu pada binatang yang tidak tercampur darah dan kotoran, murni.
“Ikhlas dalam konteks murni berarti melakukan setiap amal atau ibadah dengan niat yang tulus semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah, tanpa mengharapkan pujian atau imbalan dari manusia,” tegasnya.
Ustadz Abdul Rouf mengutip pendapat Syeh Al Namawi Al Bantani bahwa Ikhlas sendiri memiliki tiga tingkatan, yakni ikhlas karena ridho Allah, ikhlas karena balasan akhirat kelak dan ikhlas untuk urusan dunia
Namun dalam perjalanannya, Ikhlas tidak mudah diraih oleh seseorang. Terdapat penghalang, rintangan atau musuh yang mengganggu hati seseorang supaya ikhlas.
Menurut Ustadz Rouf ada musuh dalam selimut hati seseorang ketika akan meraih keikhlasan.
“Riya’, sum’ah, dan ujub adalah penghalang ikhlas,” ucapnya.
Riya, kata dia, merupakan sikap yang bertentangan dengan ikhlas, di mana seseorang melakukan amal untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain.
“Riya dianggap sebagai musuh keikhlasan karena dapat merusak niat tulus dalam beramal. Seseorang yang riya tidak akan mendapatkan pahala dari amalnya, karena tujuannya bukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, melainkan untuk keuntungan duniawi atau pengakuan sosial,” tegasnya lagi.
Adapun sum’ah merupakan perilaku yang merusak keikhlasan dalam beribadah, di mana seseorang melakukan amal agar didengar oleh orang lain dan mendapatkan pujian.
“Dalam sosial kemasyarakatan sum’ah berarti melakukan amal yang dimaksudkan agar orang lain bisa mendengar dan memberi pujian seperti memberikan infaq ke masjid kemudian namanya diumumkan,” ujarnya.
Sedangkan ujub adalah perasaan bangga berlebihan terhadap diri sendiri atau pencapaian yang dimiliki, yang dapat mengarah pada kesombongan.
“Ujub menjadi penghalang karena dapat merusak niat tulus dalam beramal. Sifat ujub berarti merasa lebih baik dan bisa cenderung merendahkan, menganggap remeh amal orang lain dan lupa akan karunia Allah, sehingga amalnya bisa batal,” ungkapnya. (rio)