Oleh : H. Khaerul Anwar, S.HI, M.Si
KATA Syawalan diambil dari nama bulan ’Syawal’ ketambahan sambungan ’an’ yang bermakna suatu perbuatan yang dilakukan di bulan Syawal, yaitu sillaturrahmi dengan keluarga terdekat, sanak saudara, dan masyarakat sekitar, kemudian orang tua mengajak anak-anaknya ke pasar membelikan mainan atau bermain permainan yang diadakan oleh panitia Syawalan Kaliwungu.
Bulan Syawal merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh warga Kecamatan Kaliwungu setelah bulan Ramadhan, karena di bulan Syawal, tepatnya sepekan setelah 1 Syawal ada budaya atau tradisi yang menarik di kota Santri tersebut.
Tradisi Syawalan di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu rangkaian kegiatan setelah shalat Idulfitri.
Tidak kalah penting bahwa kegiatan syawalan di Kaliwungu salah satunya untuk mengenang tokoh ulama Kaliwungu yaitu KH Asy’ari.
Beliau merupakan ulama besar yang kharismatik pada dekade tahun 1781-an di daerah Kaliwungu khususnya dan Kendal pada umumnya. Kemampuannya mengajak masyarakat yang mulanya primitif dan awam terhadap masalah keagamaan, terutama ajaran Islam, menjadi masyarakat yang agamis dan religius. Kepribadian beliau yang sederhana dan kharismatik sangat disegani oleh masyarakat, sehingga namanya selalu dikenang hingga sekarang. Perjuangan dakwahnya sudah semestinya diteladani, diteruskan dan ditumbuhkembangkan.
Nah, dari sinilah rangkaian Syawalan di Kaliwungu selain untuk menggemberikan Masyarakat juga mengenang tokoh ulama kharismatik Kaliwungu guna memberikan semangat agat tidak lupa dengan akar tumbuh kembangnya agama Islam di Kaliwungu.
Adapun value activity, nilai aktifitas kegiatan budaya Syawalan yang terkandung bahwa kegiatan ini merupakan amalan mu’amalah duniawi dengan adanya upaya untuk menggembirakan anak-anak setelah berpuasa dan mau diajak silaturrahim pada sanak saudara, handai taulan yang cukup jauh dari rumah. Sehingga bisa memberikan semangat agar tali silaturrahim tetap terjaga walaupun dengan iming-iming syawalan. Begitu pula dalam membangun suatu daerah yang bernilai Islami bukan hal yang mudah, maka perlu untuk merefleksikan dengan tokoh utamanya yaitu KH. Asy’ari atau Kyai Guru. Maka umat Islam di Kecamatan Kaliwungu sebenarnya sangat beruntung dengan tradisi dan budaya yang sudah ada sehingga bagaimana mengambil nilai positif dari kegiatan yang diadakan setiap tahun ini.
Dalam hal yang lain, apakah ada sisi negatif dari kegiatan ini? Sebuah pertanyaan yang terkadang muncul, sehingga perlu kami jawab bahwa setiap hal yang positif pasti ada celah untuk membuat sisi negatif selama ada kesempatan. Paling tidak ada 2 hal negatif yang muncul dan perlu dievaluasi.
Pertama, sarana untuk menggemberikan anak-anak dan Masyarakat dengan adanya penjual makanan, mainan dan wahana permainan, tapi terselip ada aktitifitas music dangdut atau semacamnya yang seringkali justru menjadikan hal yang awalnya gembira terciderai dengan orang yang mabuk-mabukan bahkan terkadang tawuran. Maka perlu ada batasan bagi penyelenggara untuk mengatasi hal demikian.
Kedua acara kirab Syawalan yang diadakan saat ini sebagai suatu ritualitas dan sakral untuk mengawali rangkaian kegiatan syawalan Kaliwungu. Dari segi budaya dan pariwisata menjadi daya tarik wisatawan untuk mengikuti kirab tersebut, akan tetapi dari segi ajaran agama menjadi gamang dan tidak ada kejelasan makna dari tujuan awal dari rangkaian syawalan.
Tujuan awal untuk mengenang tokoh islam Kaliwungu dengan cara berziarah ke makam, mendo’akan, bertabarruk dengan mengenang kisah perjalan dakwah beliau, sehingga ada harapan agar Kaliwungu tetap mendapatkan keberkahan atas jasa beliau.
Dalam perspektif Muhammadiyah (Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kendal, bahwa Syawalan termasuk kegiatan muamalah dunyawiyah sehingga tidak terkait dengan ibadah khusus semata. Selama kegiatan Syawalan tidak menimbulkan madharat maka boleh-boleh saja, akan tetapi jika tampak ada kemadharatan secara aqidah maupun ibadah maka perlu untuk dihindari. Contohnya ziarah ke makam KH Asy’ari merupakan sunnah dengan tujuan mendo’akan beliau dan mengingat kematian maupun jasa-jasanya. Tetapi apabila muncul kegiatan ziarah sebagai sarana untuk meminta sesuatu pada selain Allah swt, maka perlu upaya untuk meluruskan niat dan tujuan ziarah dalam Islam.
KH Tafsir dalam desertasinya yang berjudul ‘Dinamika Purifikasi Muhammadiyah di Jawa Tengah’ mengambil contoh kegiatan Syawalan di Kaliwungu sebagai dakwah kultural memiliki andil besar dalam penyebaran Islam, maka perlu dilestarikan dan terus dikembangkan sehingga selaras dengan nilai-nilai Islam yang berkemajuan.
Wallahu A’lam Bish Showaab
H. Khaerul Anwar, S.HI, M.Si adalah Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kendal dan Rohaniawan RS Roemani Semarang