NGAMPEL.KENDALMU.OR.ID. Sekretaris Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PDM Kendal, Ustadz Abdul Ghofur mengungkap makna dibalik gerakan-gerakan anggota tubuh seseorang muslim ketika melaksanakan ibadah sholat.
“Gerakan anggota tubuh seseorang dalam sholat merupakan bagian dari ibadah yang dilakukan oleh umat muslim,” kata Ustadz Ghofur mengawali kajian Ahad pagi (31/3/2024) di Aula Kec. Ngampel.
Dia melanjutkan, gerakan sholat meliputi beberapa gerakan seperti takbiratul ihram, ruku’, sujud, dan salam. Masing-masing gerakan memiliki makna yang berbeda sesuai dengan gerakan yang dilakukan.
Seorang muslim yang apabila secara fisik seluruh anggota tubuhnya sehat dan dapat berfungsi normal, sholatnya dilakukan dengan berdiri.
“Berdiri bermakna ketegaran seorang hamba sebagai manifestasi sifat Tuhan, yaitu Tuhan Yang Mahategar (qayyumiyyah al- Haq) yang dalam bahasa tasawuf biasa disebut dengan al-Faidh al- Muqaddas, Allah sebagai pengawal yang melindungi individu dari segala jenis kejahatan dan kekurangan,” ungkap Ustadz Ghofur.
Sedangkan takbiratul Ihram bermakna penyerahan diri kepada Allah yang siap menerima segala sesuatu dalam kondisi apapun entah itu menyenangkan atau menyedihkan.
“Namun pasrah bukan berarti pasif, tetapi manusia tetap tidak boleh meninggalkan ikhtiar sebagai kewajibannya. Kita pasrah dengan kehendak Allah dengan tetap mengikuti sunnatullah dan sunnah Rasulullah. Disyariatkannya ikhtiar adalah wujud sabar dan syukur seseorang terhadap apa yang tengah menimpanya,” tegas Abdul Ghofur yang juga Ketua PCM Ngampel.
Sedangkan bersedekap, menurutnya bermakna ketidakberdayaan.Tetapi ada yang memaknai bersedekap mengisyaratkan terkait pentingnya menjaga hati, imbuhnya.
Dia melanjutkan gerakan sholat selanjunya adalah ruku’ bermakna tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
“Hakikat ruku’, adalah simbol ketundukan seorang hamba yang rela dengan tulus merukukkan kepala sebagai mahkota paling tinggi manusia kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Perbuatan ruku’ sesungguhnya bukan hanya kepala, melainkan yang lebih penting ialah merukukkan segenap potensi diri, mulai dari kepala sampai kepada seluruh organ spiritual kita, seperti kalbu, jiwa, dan akal pikiran,” terangnya.
Adapun i’tidal dalam sholat bermakna berdiri tegak lurus, tahan uji dengan berbagai cobaan, kelemahan dan kekurangan tak menjadi hambatan.
“Dalam kehidupan sehari-hari i’tidal dapat diimplementasikan sebagai sikap teguh pendirian dalam kebenaran dan tak kenal godaan,” ujarnya.
Ustadz Ghofur melanjutkan memaknai sujud, yaitu tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah dengan menyembah.
“Dalam sujud terdapat 7 anggota badan yang ‘ikut serta’, yaitu kedua telapak tangan, kedua lutut, ujung telapak kaki kanan dan kiri; serta dahi, yang keseluruhannya menempel pada bumi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, terdapat dua kali sujud dalam setiap rakaat. Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul dari tanah.
“Dari tanah kita diciptakan dan tumbuh menjadi makhluk hidup yang diberi kepercayaan sebagai khalifah di bumi dengan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap manusia mempunyai ajal dan pada akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, dan kembali menjadi tanah,” jelasnya.
Adapun bangkit dari sujud mempunyai makna eskatologis, bangkit setelah kematian. Semua manusia, meskipun sudah kembali menjadi tanah, akan dibangkitkan kembali pada hari kebangkitan (yaum al-bi’ts) untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang pernah dilakukan ketika berada “di antara dua sujud”, yaitu di alam fana, dunia ini. “Kebangkitan dari sujud kedua disebut juga sujud terakhir karena tidak ada lagi sujud ketiga. Pada hari kebangkitan, “bumi sudah digulung.” Selanjutnya manusia akan hidup di dalam keabadian hari akhirat,” katanya.
Adapun gerakan sholat selanjutnya adalah tasyahhud yang secara harfiah berarti penyaksian dan kehadiran (al-istihdhar).
“Tasyahhud dalam kontreks sholat terjadi seusai menyelesaikan sujud terakhir ditandai dengan pembacaan lafaz tahlil: Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah. Ketika tasyahud jari telunjuk kanan dijulurkan ke depan seolah menunjuk sesuatu. Jari telunjuk itu disimbolkan sebagai pernyataan tauhid yang sempurna (al-tauhid al-kamil),” ungkapnya.
Ustadz Abdul Ghofur menutup kajiannya dengan memaknai gerakan sholat terakhir, yaitu salam yang memiliki makna kembali pada kesadaran. Saat mushalli sedang berada dalam puncak kedamaian, maka saat itu pula secara formal mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam, yakni: Al-salamu ‘alaikum warahmat Allah (kedamaian semoga tercurah untuk kalian), diucapkan ke kanan dan ke kiri.
“Kanan adalah simbol maskulin dan kiri adalah simbol feminine. Sang mushalli memancarkan fibrasi kasih dan kedamaian kepada segenap alam semesta beserta seluruh isinya. Saat mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, maka saat itu manusia tampil sebagai penghubung dan pemersatu antara manusia, alam semesta, dan Allah subhanahi wata’ala,” pungkasnya.