Oleh : Edy Hansa *)
KEMARIN, 18 Nopember 2024 kita baru saja memperingati Milad Muhammadiyah yang ke – 112 menurut kalender Miladiyah. Dalam acara apel milad, kita semua mendengarkan pembacaan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang oleh sebagian orang baru pertama kali mendengarkannya secara utuh. Atau mungkin, ada juga yang seumur – umur baru kali ini mendengarkan. Di negara kesatuan republik Indonesia, kita mengenal UUD 45 yang menjadi salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Muhammadiyah, kita mengenal Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah ( MADM ), yang merupakan UUD-nya persyarikatan Muhammadiyah.
Ada hal menarik dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, terutama pada kalimat penutup yang menyebutkan : ” … *dan dengan Muhammadiyah, agar masyarakat dihantarkan pada pintu gerbang Jannatun Na’im* “. Lantas banyak orang yang bertanya, kenapa hanya sampai pintu gerbang saja ? Kenapa tidak sampai masuk ke surga Jannatun Na’im ? Dalam sebuah diskusi, ada yang bilang kalau banyak orang nggak jadi masuk/ikut persyarikatan Muhammadiyah karena persyarikatan ini hanya mengantarkan saja sampai pintu gerbang. Tidak sekalian masuk ke Surga Jannatun Na’im.
Dalam konteks ini, perlu kita pahami bersama. Adakah yang bisa memberikan jaminan seseorang masuk surga ? Jangankan kita, mungkin Malaikat sekalipun tidak bisa menjamin seseorang masuk surga. Karena itu menjadi hak prerogatif Allah SWT. Muhammadiyah hanya menghantarkan sampai pada pintu gerbang Jannatun Na’im, karena selebihnya menjadi tanggung jawab kita. Apakah kita bisa masuk, mau masuk atau tidak, kembali pada diri kita. Logikanya sederhana saja. Muhammadiyah mengajak umat berbuat kebajikan dengan menyuruh beramal untuk membangun masjid, panti asuhan, sekolah, rumah sakit dan sebagainya. Apakah kita mengikuti ajakan itu atau tidak, itulah kunci. Jika kita mengikuti seruan itu dengan niat ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT, atas ijin-Nya maka kita bisa masuk surga. Tapi kalau kita tidak mengikuti seruan itu, meskipun dengan ber-Muhammadiyah tetap saja hanya berhenti sampai depan pintu. Karena Muhammadiyah hanyalah sarana, kendaraan yang akan menuntun kita menuju surga Allah, surga Jannatun Na’im. Membawa seseorang pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Di usianya yang memasuki 112 tahun ini, Muhammadiyah menjadi satu – satunya organisasi sosial keagamaan dengan jumlah amal usaha terbesar di dunia. Ini bukan saja karena pimpinan di Muhammadiyah adalah orang – orang yang ikhlas dan mempunyai semangat berjuang untuk umat. Bukan saja karena warga Muhammadiyah yang dermawan, gemar beramal, yang tidak pernah berhitung soal untung rugi. Tetapi juga, karena banyak orang non Muhammadiyah yang percaya kepada Muhammadiyah sebagai gerakan filantropi dengan amal sosialnya yang tak tertandingi. Oleh karenanya, banyak orang mempercayakan wakafnya kepada Muhammadiyah. Tak terkecuali warga Muhammadiyah. Terbukti, orang wakaf 500 m2 tanahnya kepada Muhammadiyah menjadi 1.000 m2, 2.000 m2 atau bahkan lebih. Tanah wakaf yang hanya berupa tanah, telah berubah menjadi bangunan sekolah – sekolah, masjid, panti asuhan, rumah sakit dan lain – lain. Hampir selalu seperti itu, dan bertebaran di mana – mana. Hampir semua asset Muhammadiyah, mungkin sekitar 70 % awal mulanya berasal dari tanah wakaf, kemudian berkembang jauh melebihi nilai wakaf itu sendiri. Inilah Muhammadiyah. Amanah dan profesional dalam mengelola tanah – tanah wakaf. Maka tak heran, jika makin banyak orang yang mempercayakan wakafnya kepada Muhammadiyah.
Kebesaran Muhammadiyah, menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk menjadi bagian dari Muhammadiyah. Orang masuk di Muhammadiyah, tentu dengan motivasi yang berbeda. Dengan besarnya amal usaha yang dimiliki, ada orang yang masuk di Muhammadiyah karena ingin mendapatkan jabatan/kedudukan ( orientasi materi ). Orang – orang seperti ini, akan mendapatkan hasil sesuai dengan motivasinya. Mendapatkan kedudukan dan jabatan di Muhammadiyah. Hanya itu, tidak lebih. Karena kedudukan di Muhammadiyah tentu ada masanya. Setelah tidak mendapatkan jabatan/kedudukan, ya selesai urusannya di Muhammadiyah. Ada juga orang yang ber-Muhammadiyah, sekedar untuk beraktualisasi. Berkumpul, berorganisasi, banyak relasi, punya pengalaman. Tidak berharap untuk mendapatkan sesuatu dari Muhammadiyah secara material. Maka, orang ini pun akan mendapatkan apa yang diinginkan. Apakah mereka mendapatkan *”* *subtansi “* atau *value* dari ber- Muhammadiyah ? Mungkin tidak. Orang ini, termasuk kelompok yang berorientasi pada kehidupan sosial secara tekstual. Berbeda lagi dengan orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kehidupan yang Husnul Khotimah. Orang yang berorientasi pada nilai – nilai spiritual. Orang – orang seperti inilah yang selalu berjuang tanpa pamrih untuk Muhammadiyah. Ikhlas, tidak mengharap pujian. Memberikan tenaga, waktu, fikiran, bahkan harta bendanya untuk umat melalui Muhammadiyah. Tidak ada yang ingin diburu, kecuali ridho Allah SWT untuk mendapatkan surga Jannatun Na’im. Inilah essensi dari ber-Muhammadiyah. Kepercayaan yang diberikan, entah itu tanggung jawab sosial ataupun kedudukan/jabatan di amal usaha, hanyalah sarana pengabdian untuk kepentingan umat. Mendapatkan kedudukan di persyarikatan __ khususnya di amal usaha __, tentu bukan hal yang salah. Termasuk mendapatkan imbalan materi secara layak, adalah konsekuensi logis. Tetapi mendapatkan kedudukan itu hanya untuk tujuan materi, tentu tidak benar. Semua harus dilandasi dengan semangat pengabdian untuk kepentingan umat dan kemajuan Muhammadiyah.
Sekelumit cerita saat Pak AR Fakhrudin ( Alm ) menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah. Ada orang datang ke Pak AR dan mengatakan ingin menjadi anggota Muhammadiyah. Oleh Pak AR dikatakan, jangan buru – buru menjadi anggota Muhammadiyah. Sebaiknya kenali dulu Muhammadiyah, pahami apa yang menjadi maksud dan tujuan, serta cita – cita Muhammadiyah agar tidak menyesal di kemudian hari. Mungkin dengan kondisi Muhammadiyah saat ini, banyak orang luar beranggapan bahwa ngurusi Muhammadiyah akan mendapatkan fasilitas sedemikian rupa, atau mendapat kedudukan yang baik di amal usaha dengan segala keuntungan materi. Nyatanya tidak demikian. Banyak pimpinan atau tokoh setelah tidak lagi menjabat di Muhammadiyah, tidak terurus kehidupannya. Berobat di rumah sakit Muhammadiyah ya diperlakukan sama seperti pasien lainnya. Tidak ada perlakuan istimewa. Menyekolahkan anaknya di sekolah Muhammadiyah, tetap tidak bisa ikut ujian karena belum bayar ujian. Ini banyak terjadi, karena perawat tidak tahu jika yang berobat itu adalah mantan pimpinan Muhammadiyah. Guru atau kepala sekolah, tidak tahu jika itu ternyata anaknya tokoh Muhammadiyah yang punya jasa besar pada Muhammadiyah saat itu. Biasa saja, sebagai mantan pimpinan Muhammadiyah juga tidak ingin diperlakukan istimewa setelah tidak lagi menjabat di Muhammadiyah. Itu karena sikap ikhlas yang selama ini tertanam di dalam diri para mantan pimpinan selama ngurusi Muhammadiyah. Tetapi, banyak juga orang yang tidak kuat menjadi Muhammadiyah. Baru beberapa bulan jadi anggota, ternyata banyak dimintai sumbangan untuk ini itu ( kegiatan Muhammadiyah ). Ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Banyak yang kemudian keluar/berhenti menjadi anggota Muhammadiyah. Karena mereka tidak memahami essensi dari ber-Muhammadiyah. Itulah kenapa Pak AR menyampaikan, kenali dulu Muhammadiyah baru jadi anggota. Karena jadi Muhammadiyah itu berat. Selalu dimintai sumbangan, selalu *_dipaido_* , tapi gak oleh _mutungan_ . Yur piye ..!?? Selalu sabar dan ikhlas, Insya Allah kita akan kuat menjadi Muhammadiyah.
Selamat Milad Muhammadiyah ke – 112. Ranting itu penting, Cabang harus berkembang, Masjid makmur memakmurkan. Ber-Muhammadiyah, ora keno mutungan ….
*) Edy Hansa, S.E.; MM adalah Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MKSDI) PDM Kendal dan tinggal di Kaliwungu.