WELERI.KENDALMU.OR.ID. Puasa Ramadhan dapat ditegaskan, disamping sebagai ritual murni, juga fungsional sebagai media dan sarana pembentuk karakter moral dan keperibadian mulia seorang muslim baik sebagai individu, keluarga, warga masyarakat ataupun komponen bangsa yang besar. Mereka adalah masyarakat yang selalu berusaha memposisikan dirinya berada persis pada bingkai kepribadian yang telah didesainNya. Ibarat sebuah potret yang berada pada bingkainya sehingga tampak simetris dan indah. Itulah aktualisasi taqwa sejati yang menjadi visi utama shiyam Ramadhan kita.
Penggalan tersebut di atas disampaikan oleh Ketua Majelis Tablih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal dalam khutbah Idulfitri 144 5 H, Rabu (10/4/2024) di Lapangan Sambongsari, Weleri, Kendal.
Dia menyampaikan, Islam diturunkan ke bumi demi menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menjaga martabat kemanusiaan universal, sebagaimana tegaknya langit dan semesta raya.
“Bersebab itulah, para Rasul diutus untuk menegakkan keadilan itu,” ujar Kamal mengutip Al qur’an Surat Al Hadid ayat: 25
قَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”
Diterangkan, menunaikan amanah pemerintahan dan peradilan diantara manusia harus adil. Seorang pemimpin yang mengambil keputusan tentang masalah-masalah yang menyangkut hajat hidup rakyatnya harus berdiri diatas semua golongan dan mengambil keputusan dengan adil. Dalam perspektif hukum Islam, adil adalah salah satu unsur takwa dan merupakan kewajiban pemimpin untuk memilih dengan pertimbangan-pertimbangan yang benar dan adil.
“Menegakkan ajaran keadilan tanpa pandang bulu, dan tidak boleh diskriminatif,” tegasnya mengutip Surat An Nisa’ ayat 135 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.”
Lawan keadilan ialah kezaliman, karenanya ia diharamkan oleh Allah SWT, bukan saja atas makhluq, bahkan atas diriNya sendiri.
Ustadz Kamal melanjutkan, demi menegakkan ajaran keadilan, serta berlaku adil kepada ummat manusia secara universal (bukan semata kepada kaum muslimin) dalam fakta kehidupan yang penuh dengan keragaman dan kebhinekaan, Islam menegaskan beberapa pandangan fundamental sebagai beriktu :
Pertama, sebagai muslim yang baik kita meyakini bahwa setiap manusia dari sudut pandang penciptaannya (kodrati) memiliki kemuliaan (karâmah), apapun ras, warna kulit, suku, bangsa termasuk agamanya.
“Hak kemuliaan sebagai manusia ciptaan Allah wajib untuk dilindungi dan dipelihara; kehormatan, jiwa, raga, dan hartanya kecuali dengan pelanggaran yang telah ditentukan dalam syariat Islam, termasuk hukum yang berlaku di negara kita,” katanya.
Kedua, bersikap apresiatif terhadap fakta keragaman dan berlapang dada, karena perbedaan keyakinan dan agama merupakan sesuatu yang qodrati dari Allah sebagaimana perbedaan siang dan malam dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga, tidak ada paksaan untuk masuk Islam, dan menerima jaran-ajarannya. Karenanya, tidaklah mungkin bagi seorang muslim melakukan intimidasi, pemaksaan, apalagi teror terhadap orang lain untuk masuk ke dalam Islam.
Keempat, memahami bahwa perintah dakwah dalam Islam bertujuan terwujudnya transformasi dan perubahan kepada kebaikan dan kebenaran, baik pada level pribadi dan masyarakat, dilakuan dengan cara persuasif dan komunikasi yang elegan, bukan indoktrinasi. Disertai sebuah pemahaman bahwa, Allah tidak membebani kita untuk bertanggungjawab atas kekufuran orang-orang kafir atau kesesatan orang-orang yang sesat. Masalah terpenting ialah, dakwah telah kita sampaikan.
Sebelum mengakhiri Khutbah dengan do’a, Ustadz Fatkhurrahman Kamal menyampaikan, dalam berinteraksi dengan perbedaan pandangan di internal umat Islam seharusnya kita berpegang teguh pada tiga kaidah utama, yaitu: melembutkan & menyatukan hati (ta’liful qulub); menyatukan persepsi dan pandangan ummat dalam merespon berbagai tantangan dan ancaman yang kompleks (tahuhid kalimatil muslimin); serta menyelesaikan perbedaan pandangan atau (bahkan) konflik yang terjadi dengan kembali kepada spirit ishlah dan kebenaran autentik berasas Wahyu (ishlah dzatil bain) dalam semangat ukhuwah, ketaqwaan, keimanan, serta ketataan kepada Allah dan RasulNya. (fur)