PEGANDON.KENDALMU.OR.ID.
Dalam konteks penanganan Tuberkulosis (TBC), terdapat dua cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi TBC, yaitu Tes Cepat Molekuler (TCM), dan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Hal tersebut dikatakan oleh Koordinator Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kab. Kendal, Bambang Wiryawan, S.KM dalam acara ‘Dialog Bersama Menuju Indonesia Bebas TBC 2030’ yang diselenggarakan oleh Sub Sub Recepient Yayasan Mentari Sehat Indonesia (SSRYMSI) Kab. Kendal, Senin (13/5/2024) di aula Balai Desa Penanggulan.
“Ada dua tipe untuk mengetahui seseorang terkena tuberkulosis, yaitu TCM untuk mendeteksi adanya Mycobacterium tuberculosis (MTB) dalam pasien yang diperiksa. Hasil TCM dapat menunjukkan apakah seseorang terinfeksi TBC atau tidak. Hasil yang dapat diperoleh meliputi MTB Negatif dan MTB terdeteksi Rifampisin Sensitif,” terang Bambang.
Dikatakan, bagi yang terkena tuberkulosis pengobatnnya harus dilakukan selama 6 bulan, baik mereka yang terkena itu orang dewasa maupun anak-anak.
“Kalau dulu sering anak-anak yang terkena tuberkulosis disebut flek, pada prinsipnya sama, pengobatannya 6 bulan,” ujarnya.
Bambang mengingatkan kepada masyarakat tentang tanda-tanda seseorang terkena TBC seperti batuk kronis, demam, berat badan turun dan mudah lelah maka segera periksa ke Puskesmas terdekat.
Sementara itu Ketua Bidang Program SSRYMSI Kab. Kendal, Astry Perwitasari, S.KM mengatakan, instruksi dari Pengurus Pusat MSI agar di masing-masing daerah, termasuk di Kab. Kendal ditemukan pasien terkena TBC baik dewasa maupun balita, maka kami harus memperluas bekerja sama.
“Kalau dulu yang kami deteksi dini TBC fokusnya orang-orang dewasa, sekarang kami harus kerja sama dengan Posyandu, di mana terdapat anak-anak balita,” kata Atry.
Melalui Posyandu, kata Astrie, kita bisa melakukan skrining, karena di awal itu bisa ditemukan bayi dan Balita yang terkena TB.
“Di Posyandu itu kita akan melakukan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) sebagai upaya pendeteksian dini dan menemukan anak yang terinfeksi TBC, sekaligus kita lakukan edukasi tentang TPT,” ujarnya.
Astrie mengungkapkan, banyak orang yang mengaku sehat atau balitanya sehat, tetapi faktanya lain. Hal ini menurutnya penting dilakukan penyuluhan terapi pencegahan TBC.
Menurut SSRYMSI, seseorang yang terkena TBC harus mendapat mendampingan dari Kader TB, karena itu memang tugasnya.
“Bentuk pendampingan melalui pasien harus minum obat sampai dinyatakan sembuh oleh Puskesmas,” katanya.
Lebih dari itu, kata Astrie, bentuk pendampingan bisa melalui pemenuhan gizi untuk pasien TBC yang pengadaannya bisa bekerja sama dengan lembaga lain, seperti Lazismu.
Astrie berharap, melalui dialog bersama Indonesia Bebas TBC 2030, menunjukkan Posyandu sebagai pusat skrining serentak TBC untuk bayi dan balita, meningkatkan deteksi dini TBC pada bayi dan balita, meningkatkan penemuan kasus TB pada anak, meningkatkan dan mengupayakan pemberian TPT pada anak yang berkontak dengan kasus indeks TBC, menjaring kasus TBC baru melalui orang yang bergejala TBC dan pada orang dewasa di lingkungan sekitar kasus indeks.
“Masyarakat kita masih malu untuk mengatakan, kalau dirinya terkena TBC. Dan apabila anak-anak batuk-batuk dianggap biasa, padahal itu berbahaya bagi si anak yang bisa berpengaruh terhadap balita stunting,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua SSRYMSI Kab. Kendal, Ela Mariana, SE mengatakan, kegiatan dialog sebagai upaya memahamkan kerja sama dalam melakukan pendeteksian dini terhadap anak-anak Balita yang terkenan TBC.
“Tanpa meninggalkan program menemukan pasien dewasa TBC, juga diprioritaskan menyasar untuk anak-anak balita terkena tuberkulosis di tempat-tempat Posyandu,” kata Ela.
Menurut Ela, Posyandu sebagai salah satu tempat untuk mudah menemukan apakah anak balita terkena TBC atau tidak, karena setiap bulan keluarga yang mempunyai balita akan memeriksakan kesehatannya ke Posyandu.
“Di Posyandu itulah kami akan melakukan penyuluhan, edukasi tentang anak terkena TBC dan upaca penyembuhannya,” ujarnya.
Dikatakan, balita dinilai rentan terkena TBC, dan kita harus mengeliminirnya dengan harapan para kader TB dapat melakukan kerja menemukan pasien dan mendampinginya sampai sembuh.
Ditambahkan, diharapkan dialog bersama ini meningkatkan penemuan kasus TBC pada anak serta pada orang bergejala dan orang dewasa di lingkungan sekitar indeks.
“Juga meningkatnya angka mulai TPT, meningkatnya pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang penularan, pemeriksaan, dan pengobatan TBC serta deteksi dini TBC terutama untuk kontak erat dan kontak serumah pasien TBC. (fur)