KENDAL.KENDALMU.OR.ID. Budaya Islam Jawa memiliki beragam tradisi untuk mengirim pahala kepada orang yang sudah meninggal. Salah satunya adalah tradisi Tahlilan, yang dilakukan pada malam pertama setelah seseorang meninggal dunia sampai pada hari ke-7, dilanjutkan hari ke-40, ke-100, dan ke-1000 setelah kematian.
Tahlilan biasanya dihadiri oleh keluarga dan tetangga yang berkumpul di rumah almarhum, dan selama acara tersebut, doa-doa dan ayat-ayat Al-Quran dibacakan untuk memohon ampun dan rahmat Allah SWT.
Tujuan budaya Islam Jawa memiliki tradisi untuk mengirim pahala kepada orang yang sudah meninggal, seperti melalui tahlilan dan doa-doa. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum selamatan orang meninggal. Beberapa ulama memperbolehkannya, sementara yang lain melarangnya.
Dilansir muhammadiyah.or.id,bersedekah kepada mereka yang membutuhkan bukan hanya sebuah tindakan kebajikan, tetapi juga merupakan sebuah nilai luhur yang tercermin dalam ajaran Islam.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 36, di mana Allah memerintahkan umat-Nya untuk menyembah-Nya tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Selain itu, ayat tersebut juga menegaskan pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, dan orang miskin.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahl, Rasulullah Saw lebih lanjut menguatkan ajaran tersebut dengan sabdanya, “Aku akan bersama orang-orang yang mengurusi anak yatim dalam surga.” Beliau memberikan isyarat visual dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah, memberikan gambaran betapa pentingnya peran sosial dalam membantu anak yatim.
Bersedekah tidak hanya dilihat sebagai amal kebaikan, tetapi juga sebagai bentuk investasi untuk memperoleh keberkahan dari Allah untuk di akhirat kelak. Dalam konteks ini, Islam tidak hanya mengajarkan memberikan bantuan materi, tetapi juga menekankan pentingnya memberikan perhatian dan kasih sayang kepada yang membutuhkan.
Namun, muncul persoalan etika mengenai keberlanjutan amal kebaikan atas nama orang yang telah meninggal dunia. Dalam Fatwa Tarjih, diungkapkan bahwa memberikan sedekah atau amal atas nama orang yang telah meninggal tidak mengalirkan pahala dan tidak menjadi amal bagi orang yang sudah meninggal tersebut. Ayat dalam Al-Qur’an (QS. An-Najm: 39) juga menegaskan prinsip bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.
Tim Fatwa Tarjih nampaknya menyoroti bahwa amalan kebaikan, termasuk sedekah, haruslah berasal dari inisiatif dan usaha pribadi yang hidup. Dengan kata lain, pahala bersedekah atas nama orang yang telah meninggal tidak dapat diatribusikan kepada mereka, karena itu tidak muncul dari usaha mereka sendiri.