KENDAL.KENDALMU.OR.ID. Kentut atau buang gas adalah proses pelepasan gas dari saluran pencernaan yang terjadi secara alami. Gas yang terbentuk dalam saluran pencernaan bisa disebabkan oleh makanan yang sulit dicerna, minuman berkarbonasi, dan kebiasaan menelan udara.
Sedangkan Buang gas secara teratur bisa menjadi pertanda bahwa sistem pencernaan berfungsi dengan baik. Namun, jika buang gas disertai gejala lain seperti perut kembung, diare, atau sembelit, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan dengan dokter.
Sebagai makhluk hidup yang punya metabolisme tinggi, kentut atau buang angin, sudah jadi keseharian manusia. Secara medis, mengeluarkan angin, terutama setelah mencerna makanan atau minuman, sangatlah normal. Artinya, metabolisme tubuh lancar dan pencernaan bekerja optimal.
Tetapi ada salah satu yang sering mengganggu soal kentut, adalah aromanya. Apalagi kalau kentut di tempat kumpulan orang banyak yang disertai suara khas dan baunya tersebar kemana-mana. Yang jelas secara sosial, kentut di tempat umum dapat menimbulkan rasa malu dan ketidaknyamanan bagi orang sekitar.
Dikutip dari muhammadiyah.or.id, dalam beberapa kitab, tidak terdapat pembahasan khusus tentang sahabat Rasulullah yang kentut. Namun, terdapat beberapa kajian tentang etika kentut dalam kehidupan sehari-hari dan dalam Islam.
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan bahwa pada masa jahiliyah, para sahabat tertawa ketika ada salah satu peserta majelis yang kentut. Namun, setelah menerima ajaran Islam, mereka belajar untuk lebih bijaksana dan menghormati satu sama lain. Rasulullah SAW juga pernah memberikan nasihat tentang menghormati dan tidak merendahkan orang bahkan dalam situasi yang bisa dianggap lucu atau memalukan. Nabi Saw pernah bertanya kepada para sahabat mengapa mereka tertawa ketika mendengar kentut, sementara mereka juga mengalami hal serupa.
Cerita tersebut bermula ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya berkumpul untuk makan bersama. Tiba-tiba, salah seorang sahabat mengalami momen yang mungkin memalukan: melepaskan gas alias kentut. Namun, apa yang terjadi selanjutnya adalah contoh nyata tentang etika dalam bertindak dan sikap menghormati orang lain.
Tidak ada satupun sahabat yang merendahkan atau mencela sahabat yang mengalami momen tak nyaman tersebut. Mereka memilih untuk menghormati privasi dan kenyamanan sahabat tersebut, yang merupakan tindakan mulia dalam hubungan sosial. Tidak ada yang melemparkan komentar atau membuat lelucon yang dapat memalukan sahabat tersebut.
Tak lama setelah menyantap kudapan daging unta, azan maghrib pun berkumandang. Waktu salat telah tiba. Beliau menyarankan agar mereka yang makan daging unta berwudhu sebelum melaksanakan salat Maghrib. Rasulullah SAW pun bersabda, “Siapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Perintah Rasulullah SAW agar mereka yang makan daging unta berwudhu bukanlah berarti bahwa memakan daging unta secara otomatis membatalkan wudhu. Ini adalah contoh bagaimana Rasulullah SAW bertindak dengan bijaksana dan penuh perasaan terhadap perasaan sahabat yang sebelumnya melepaskan gas. Rasulullah SAW ingin memastikan bahwa sahabat tersebut tidak merasa malu atau terpapar dalam situasi tersebut.
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah memberikan nasihat tentang menghormati dan tidak perlu merendahkan orang lain, bahkan dalam situasi yang bisa dianggap lucu atau memalukan. Nabi Saw pernah bertanya kepada para sahabat mengapa mereka tertawa ketika mendengar kentut, sementara mereka juga mengalami hal serupa. “Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).
Apa yang dilakukan Rasulullah di atas mencerminkan perubahan budaya sosial dari masa jahiliyah ke masa Islam. Dalam budaya Arab pra-Islam, peristiwa memalukan seperti buang gas dianggap sebagai insiden yang perlu dirayakan dengan perundungan dan gelak tawa. Tetapi setelah menerima ajaran Islam, mereka belajar untuk lebih bijaksana dan menghormati satu sama lain.
Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al- Mubarokfuri mengatakan, “Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majelis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau (Rasulullah Saw) melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).
Pesan dari kisah ini sangat relevan dalam kehidupan kita. Ini mengajarkan kita untuk selalu berperilaku sopan, menghormati privasi dan kenyamanan orang lain, menjaga kebersihan dalam ibadah, dan tidak merendahkan orang lain, bahkan dalam situasi yang mungkin memalukan atau lucu. Etika adalah hal yang tak ternilai dalam membentuk hubungan sosial yang sehat dan bermakna dalam masyarakat kita.