KENDAL.KENDALMU.OR.ID. Banyak budaya lokal di Kab. Kendal dalam bentuk benda dan non benda, seperti batik, kuliner, kerajian gerabah, cerita rakyat, tradisi leluhur, selametan, dan sebagainya sebagai nilai budaya yang hanya diwariskan secara lisan, dan beresiko punah karena jarang ditulis atau dikemas ulang dalam bentuk konten digital.
Kegiatan Bintek Kepenulisan Konten Berbasis Budaya Lokal oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan (Dinarpus) Kab. Kendal yang diselenggarakan pada Senin (14/4/2025) merupakan sebagai salah satu ikhtiar kolektif dan solusi untuk memperbanyak dokumentasi yang valid, menarik, dan edukatif.
Dalam Bintek tersebut menghadirkan 3 narasumber berkompeten di bidang kepenulisan konten berbasis budaya lokal. Mereka adalah, Setia Naka Andrian, Khafid Sirotidin, dan Heri Condro Santoso.
Setia Nana Andrian dengan materi ‘Seperti Suara yang Jernih, Mudah Dijangkau Siapa Saja’ dalam paparannya sangat menarik.
Lelaki kelahiran Kendal 1989 ini mengajak seluruh peserta Bintek senantiasa mengasah kemampuan menulis konten yang mencerminkan nilai-nilai budaya lokal dan mudah dipahami oleh masyarakat luas, tetapi satu sisi menulis budaya lokal tidaklah mudah.

“Menulis konten budaya lokal bukan perkara sederhana, tapi butuh upaya yang tidak biasa,” kata Nana kepada seratusan peserta Bintek.
Dia mengingatkan tujuan menulis adalah menemui pembacanya, mampu mengajak pembacanya terlibat, dan dalam hal ini menulis perlu mengedepankan cerita atau kisah pengalaman kongkrit dan menarik yang didukung dengan data valid.
Setia Nana Andrian berharap Bintek ini menjadi langkah awal untuk menciptakan ekosistem penulisan budaya yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan, sehingga kekayaan budaya lokal Kendal dapat terus hidup dan dikenal lebih luas melalui konten yang jernih, relevan, dan mudah diakses siapa saja.
Sementara itu penulis, politisi, dan aktivis sosial asal Kendal, Khafid Sirotudin menyampaikan kemampuannya dalam menulis yang menggabungkan narasi personal dengan isu-isu sosial, budaya, dan keagamaan.
Dia mengatakan untuk mencapai titik itu, tidak ada penulis yang hebat kecuali sering membaca, belajar dan rutin menulis.
“Semakin sering membaca dan menulis, semakin tajam kepekaan terhadap kata, ritme, dan rasa dalam tulisan,” tegasnya.
Khafid mengatakan, tulisan bukan hanya sebagai ekspresi pribadi, tetapi juga sebagai bentuk amal jariyah yang memberikan manfaat berkelanjutan bagi pembacanya.
Dalam kesempatan tersebut Khafid juga membagi-bagi buku gratis, termasuk buku karyanya, ‘Andaikan Muhammadiyah Cuti Melayani’ kepada peserta.

Sedangkan pegiat sastra dan literasi asal Boja, Kendal, Heri Condro Santoso memberikan pemahaman detail tentang kerarifan lokal bercirikan, berdasarkan pengalaman, teruji setelah digunakan berabad-abad, dapat diadaptasikan dengan unsur kini, padu dengan praktik keseharian masyarakat dan lembaga, lazim digunakan oleh individu dan masyarakat, bersifat dinamis, dan sangat terkait dengan sistem kepercayaan.
Konten Kekayaan Budaya dan Kearifan Lokal Kabupaten Kendal meliputi beberapa sub tema, Kuliner dan Kearifan Pangan, Destinasi Wisata, Kesenian, Tradisi dan Budaya Pangan, dan Tema-tema lain, misalnya Ekonomi Kreatif
Menurut Heri, konten tersebut dapat ditulis dalam bentuk esai atau reportase.
“Terdapat 4 jenis esai yang dapat digunakan dalam menulis konten budaya, esai argumentatif, ekspositori, naratif, dan deskrintif,” sebutnya.
Adapun langkah menulis berita berbasis budaya lokal, kata Heri, penulis mesti hadir di jantung peristiwa untuk melakukan wawancara kepada orang yang terlibat yang didukukung kuat praktisi atau pengamat yang memiliki data terlengkap.
Heri mengingatkan rumus menulis berita harus memahmi 5 W+1 H
“Menulis berita harus berbekal pokok: Apa (what), Siapa (who) yang terlibat? Di mana (where), Kapan (when), dan mengapa (why) hal tersebut bisa terjadi. Kita juga bisa menanyakan Bagaimana (How) hal tersebut terjadi? Dan, What next (tindak lanjut)?” terangnya. (fur).