JAKARTA.KENDALMU.OR.ID. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir melarang seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) memberi gelar Profesor Kehormatan kepada siapapun.
Larangan tersebut disampaikan saat memberi sambutan dalam acara Pengukuhan Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Prof. Dr. Jebul Suroso, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai Guru Besar Bidang Manajemen Keperawatan, di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (10/4/2025).
Di balik larangan ini Haedar memiliki maksud dan tujuan yang cukup mendalam, baik dari sisi etika akademik, marwah kelembagaan, maupun kepentingan strategis Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan dakwah.
Maksud dan tujuan Haedar melarang PTMA memberi gelar Profesor Kehormatan tidak semata-mata bersifat pribadi, melainkan berpijak pada landasan etika akademik, kehormatan institusi, serta strategi besar Muhammadiyah dalam mengemban misi keislaman dan dakwah. Di sisi lain ada payung hukum yang mengatur tentang pemberian gelar kehormatan telah termaktub dalam Permendikbud Nomor 40 Tahun 2012 serta Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Republik Indonesia, Prof. Ir. Togar M. Simatupang, Ph.D menilai langkah yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah merupakan upaya untuk melindungi dan menjaga jabatan seorang guru besar.

“Pada aturan yang berlaku ada istilah ‘dapat’, jadi diperbolehkan bagi perguruan tinggi untuk tidak menjalankan program tersebut,” kata Togar sebagaimana dilansir ANTARA, Sabtu (12/4/2025).
“Tidak sembarangan dalam menjaga jabatan guru besar, jadi guru besar bukanlah sebuah penghargaan,” ujarnya.
Sedangkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Prof. Abdul Mu’ti mendukung pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah terhadap kebijakan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) yang melarang pemberian gelar profesor kehormatan kepada siapapun.
Menurut Mu’ti, larangan tesebut merupakan keputusan yang tepat untuk menjaga kredibilitas gelar akademik di Indonesia.

“Karena menurut saya, gelar guru besar itu memang harus sesuai dengan namanya guru besar, yang secara keilmuan itu dia tidak diragukan oleh orang lain,” ujar Mu’ti sebagaimana dikutip laman Tempo.co.
Profesor Kehormatan atau dikenal juga dengan Honoris Causa merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang yang dianggap berjasa atau berprestasi luar biasa di bidang tertentu. Gelar ini bisa diberikan tanpa harus menempuh pendidikan formal di perguruan tinggi yang memberikan gelar tersebut.
Mu’ti mecontohkan proses yang ia tempuh untuk mendapatkan gelar profesor. Dia menyebut butuh waktu lama dan tantangan yang tidak mudah hingga akhirnya bisa meraih gelar akademik tertinggi itu.